selamat Datang

silahkan baca,,silahkan ambil ilmunya semoga bermanfaaat..

Kamis, 27 Oktober 2011

Teknologi Budidaya Tanaman Khasiat Obat TANAMAN JAHE

PENDAHULUAN

Tanaman Jahe telah lama dikenal dan tumbuh baik di negara kita. Jahe merupakan salah satu rempah-rempah penting. Rimpangnya sangat luas dipakai, antara lain sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biscuit, kembang gula dan berbagai minuman. Jahe juga digunakan dalam industri obat, minyak wangi dan jamu tradisional. Jahe muda dimakan sebagai lalaban, diolah menjadi asinan dan acar. Disamping itu, karene dapat memberi efek rasa panas dalam perut, maka Jahe juga digunakan sebagai bahan minuman seperti bandrek, sekoteng dan sirup.
Jahe yang nama ilmiahnya Zingiber officinale sudah tak asing bagi kita, baik sebagai bumbu dapur maupun obat-obatan. Begitu akrabnya kita, sehingga tiap daerah di Indonesia mempunyai sebutan sendiri-sendiri bagi Jahe. Nama-nama daerah bagi Jahe tersebut antara lain halia (Aceh), bahing (Batak karo), sipadeh atau sipodeh (Sumatera Barat), Jahi (Lampung), jae (Jawa), Jahe (sunda), jhai (Madura), pese (Bugis) lali (Irian)
Jahe tergolong tanaman herba, tegak, dapat mencapai ketinggian 40 – 100 cm dan dapat berumur tahunan. Batangnya berupa batang semu yang tersusun dari helaian daun yang pipih memanjang dengan ujung lancip. Bunganya terdiri dari tandan bunga yang berbentuk kerucut dengan kelopak berwarna putih kekuningan.
Akarnya sering disebut rimpang Jahe berbau harum dan berasa pedas. Rimpang bercabang tak teratur, berserat kasar, menjalar mendatar. Bagian dalam berwarna kuning pucat.






ISI

Jahe, lebih dari sekedar bumbu dapur, karena terbukti manjur mengusir berbagai penyakit. Bahkan NASA, pernah tertarik meneliti khasiat Jahe untuk mengatasi mabuk para awaknya. Tidak ada yang tahu persis asal mulanya tanaman Jahe alias Zingiber officinale telah dikenal sebagai bumbu dapur yang berkhasiat obat sejak ratusan tahun yang lalu.
Di cina, Jahe kering telah dipakai sebagai bahan baku obat oleh seorang tabib yang hidup pada zaman kaisar Shen Nong, yang hidup 2000 tahun sebelum masehi. Di cina juga di temukan dua buku kedokteran yang pertama kali membahas khasiat Jahe segar pada tahun 500 masehi. Selain di negeri tirai bamboo, yang dikabarkan telah mengenal Jahe 2000 tahun sebelum masehi adalah india
Negara-negara barat juga banyak yang memanfaatkan Jahe sebagai obat traditional. Setidaknya itu dibuktikan dengan bahasan khasiat tanaman Jahe yang tertulis pada buku kedokteran anglo saxon yang terbit pada abad ke 11. Dua abad kemudian, Jahe merupakan bumbu dapur yang sangat popular di inggris, setelah lada hitam. Harga bumbu dapur ini juga ketika itu selangit, untuk memperoleh 1 pon ( setengah kilogram) Jahe, harus mengeluarkan uang yang nilainya setara sengan seharga seekoor domba.
A. Klasifikasi Tanaman Jahe
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber officinale


B. Ciri- ciri Morfologis Jahe
Tanaman jahe tergolong tanaman terna berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna kuning atau jingga. Daun sempit, panjang 15 – 23 mm, lebar 8 – 15 mm ; tangkai daun berbulu, panjang 2 – 4 mm ; bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5 – 10 mm, dan tidak berbulu; seludang agak berbulu. Perbungaan berupa malai tersembul dipermukaan tanah, berbentuk tongkat atau bundar telur yang sempit, 2,75 – 3 kali lebarnya, sangat tajam ; panjang malai 3,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 1,75 cm ; gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm, rahis berbulu jarang ; sisik pada gagang terdapat 5 – 7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau rapat, hampir tidak berbulu, panjang sisik 3 – 5 cm; daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1 – 1,75 cm ; mahkota bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm, helainya agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 – 3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap, berbintik- bintik berwarna putih kekuningan, panjang 12 – 15 mm ; kepala sari berwarna ungu, panjang 9 mm ; tangkai putik 2mm.
C. Jenis Tanaman
Jahe dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan ukuran, bentuk dan warna rimpangnya. Umumnya dikenal 3 varietas jahe, yaitu :
1. Jahe putih/kuning besar atau disebut juga Jahe gajah atau Jahe badak Rimpangnya lebih besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis Jahe ini biasa dikonsumsi baik saat berumur muda maupun berumur tua, baik sebagai Jahe segar maupun Jahe olahan.
2. Jahe putih/kuning kecil atau disebut juga Jahe sunti atau Jahe emprit Ruasnya kecil, agak rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan minyak atsirinya lebih besar dari pada Jahe gajah, sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan, atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak atsirinya (Yogyaningrum, 1999).
3. Jahe merah, Rimpangnya berwarna merah dan lebih kecil dari pada jahe putih kecil. sama seperti Jahe kecil, Jahe merah selalu dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil, sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.
(Santoso, 1994).

D. Manfaat Tanaman

Rimpang Jahe dapat digunakan sebagai bumbu masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan seperti roti, kue, biskuit, kembang gula. Jahe juga dapat digunakan pada industri obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah menjadi asinan Jahe, dibuat acar, lalap, bandrek, sekoteng dan sirup. Dewasa ini para petani cabe menggunakan Jahe sebagai pestisida alami (Paimin, 1999).
Dalam perdagangan Jahe dijual dalam bentuk segar, kering, Jahe bubuk dan awetan Jahe Disamping itu terdapat hasil olahan Jahe seperti: minyak astiri dan koresin yang diperoleh dengan cara penyulingan yang berguna sebagai bahan pencampur dalam minuman beralkohol, es krim, campuran sosis dan lain-lain (Anonim, 1999).
Adapun manfaat secara pharmakologi antara lain adalah sebagai karminatif (peluruh kentut), anti muntah, pereda kejang, anti pengerasan pembuluh darah, peluruh keringat, anti inflamasi, anti mikroba dan parasit, anti piretik, anti rematik, serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah empedu.
E. Syarat Pertumbuhan Jahe dan Ketinggian Tempat
Tanaman Jahe membutuhkan curah hujan relatif tinggi, yaitu antara 2.500 - 4.000 mm/tahun. Pada umur 2,5 - 7 bulan atau lebih tanaman Jahe memerlukan sinar matahari. Dengan kata lain penanaman Jahe dilakukan di tempat yang terbuka sehingga mendapat sinar matahari sepanjang hari. Suhu udara optimum untuk budidaya tanaman Jahe antara 20-35 oC. Jahe tumbuh baik di daerah tropis dan subtropis dengan ketinggian 0- 2.000 m dpl. Di Indonesia pada umumnya ditanam pada ketinggian 200 – 600 m dpl.

F. Media Tanama Jahe
Tanaman Jahe paling cocok ditanam pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung humus. Tekstur tanah yang baik adalah lempung berpasir, liat berpasir dan tanah laterik. Tanaman Jahe dapat tumbuh pada keasaman tanah (pH) sekitar 4,3-7,4. Tetapi keasaman tanah (pH) optimum untuk Jahe gajah adalah 6,8-7,0.
G. Sentral Tanaman Jahe
Terdapat di seluruh Indonesia, ditanam di kebun dan di pekarangan. Pada saat ini jahe telah banyak dibudidayakan di Australia, Srilangka, Cina, Mesir, Yunani, India, Indonesia, Jamaika, Jepang, Meksiko, Nigeria, Pakistan. Jahe dari Jamaika mempunyai kualitas tertinggi, sedangkan India merupakan negara produsen jahe terbesar, yaitu lebih dari 50 % dari total produksi jahe dunia.
H. Pedoman Budidaya Jahe
1. Pembibitan
a. Persyaratan Bibit
Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase tumbuh yang tinggi), dan mutu fisik. Yang dimaksud dengan mutu fisik adalah bibit yang bebas hama dan penyakit. Oleh karena itu kriteria yang harus dipenuhi antara lain:
• Bahan bibit diambil langsung dari kebun (bukan dari pasar).
• Dipilih bahan bibit dari tanaman yang sudah tua (berumur 9-10 bulan).
• Dipilih pula dari tanaman yang sehat dan kulit rimpang tidak terluka atau lecet.
b. Teknik Penyemaian Bibit
Untuk pertumbuhan tanaman yang serentak atau seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit dapat dilakukan dengan peti kayu atau dengan bedengan.

Penyemaian pada peti kayu
Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1 menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan kedalam peti kayu. Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu diletakkan bakal bibit selapis, kemudian di atasnya diberi abu gosok atau sekam padi, demikian seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu gosok atau sekam padi tersebut. Setelah 2-4 minggu lagi, bibit jahe tersebut sudah disemai.
Penyemaian pada bedengan
Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10 x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe gajah seluas 1 ha). Di dalam rumah penyemaian tersebut dibuat bedengan dari tumpukan jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, dan di atasnya diberi rimpang lalu diberi jerami pula, demikian seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis rimpang dengan bagian atas berupa jerami. Perawatan bibit pada bedengan dapat dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2 minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5 mata tunas dan beratnya 40-60 gram.



c. Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.
2. Pengolahan Media Tanam
a. Persiapan Lahan
Untuk mendapatkan hasil panen yang optimal harus diperhatikan syarat-syarat tumbuh yang dibutuhkan tanaman jahe. Bila keasaman tanah yang ada tidak sesuai dengan keasaman tanah yang dibutuhkan tanaman jahe, maka harus ditambah atau dikurangi keasaman dengan kapur.
b. Pembukaan Lahan
Pengolahan tanah diawali dengan dibajak sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar 2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg.
c. Pembentukan Bedengan
Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya jelek dan sekaligus untuk encegah terjadinya genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan engan ukuran tinggi 20-30 cm, lebar 80-100 cm, sedangkan anjangnya disesuaikan dengan kondisi lahan.
d. Pengapuran
Pada tanah dengan pH rendah, sebagian besar unsur-unsur hara didalamnya, Terutama fosfor (p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini dapat menjadi media perkembangan beberapa cendawan penyebab penyakit fusarium sp dan pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah unsur kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk mengeraskan bagian tanaman yang berkayu, merangsang pembentukan bulu-bulu akar, mempertebal dinding sel buah dan merangsang pembentukan biji.
a. Derajat keasaman < 4 (paling asam): kebutuhan dolomit > 10 ton/ha.
b. Derajat keasaman 5 (asam): kebutuhan dolomit 5.5 ton/ha.
c. Derajat keasaman 6 (agak asam): kebutuhan dolomit 0.8 ton/ha.
3. Teknik Penanaman
a. Penentuan Pola Tanaman
Pembudidayaan jahe secara monokultur pada suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional, karena mampu memberikan produksi dan produksi tinggi. Namun di daerah, pembudidayaan tanaman jahe secara monokultur kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan kerugian. Penanaman jahe secara tumpangsari dengan tanaman lain mempunyai keuntungan-keuntungan sebagai berikut :
• Mengurangi kerugian yang disebabkan naik turunnya harga.
• Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja pemeliharaan tanaman.
• Meningkatkan produktivitas lahan.
• Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah akibat rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman pengganggu).
Praktek di lapangan, ada jahe yang ditumpangsarikan dengan sayursayuran, seperti ketimun, bawang merah, cabe rawit, buncis dan lain-lain. Ada juga yang ditumpangsarikan dengan palawija, seperti jagung, kacang tanah dan beberapa kacang-kacangan lainnya.
b. Pembutan Lubang Tanam
Untuk menghindari pertumbuhan jahe yang jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, maka sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan. Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.
c. Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan cara melekatkan bibit rimpang secara rebah ke dalam lubang tanam atau alur yang sudah disiapkan.
d. Perioda Tanam
Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan sekitar bulan September dan Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda akan membutuhkan air cukup banyak untuk pertumbuhannya.
4. Pemeliharaan Tanaman
a. Penyulaman
Sekitar 2-3 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan untuk melihat rimpang yang mati. Bila demikian harus segera dilaksanakan penyulaman gar pertumbuhan bibit sulaman itu tidak jauh tertinggal dengan tanaman lain, maka sebaiknya dipilih bibit rimpang yang baik serta pemeliharaan yang benar.
b. Penyiangan
Penyiangan pertama dilakukan ketika tanaman jahe berumur 2-4 minggu kemudian dilanjutkan 3-6 minggu sekali. Tergantung pada kondisi tanaman pengganggu yang tumbuh. Namun setelah jahe berumur 6-7 bulan, sebaiknya tidak perlu dilakukan penyiangan lagi, sebab pada umur tersebut rimpangnya mulai besar.
c. Pembubunan
Tanaman jahe memerlukan tanah yang peredaran udara dan air dapat berjalan dengan baik, maka tanah harus digemburkan. Disamping itu tujuan pembubunan untuk menimbun rimpang jahe yang kadang-kadang muncul ke atas permukaan tanah. Apabila tanaman jahe masih muda, cukup tanah dicangkul tipis di sekeliling rumpun dengan jarak kurang lebih 30 cm. Pada bulan berikutnya dapat diperdalam dan diperlebar setiap kali pembubunan akan berbentuk gubidan dan sekaligus terbentuk sistem pengairan yang berfungsi untuk menyalurkan kelebihan air.
Pertama kali dilakukan pembumbunan pada waktu tanaman jahe berbentuk rumpun yang terdiri atas 3-4 batang semu, umumnya pembubunan dilakukan 2-3 kali selama umur tanaman jahe. Namun tergantung kepada kondisi tanah dan banyaknya hujan.
d. Pemupukan
Pemupukan Organik
Pada pertanian organik yang tidak menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik atau pupuk kandang dilakukan lebih sering disbanding kalau kita menggunakan pupuk buatan. Adapun pemberian pupuk kompos organik ini dilakukan pada awal pertanaman pada saat pembuatan guludan sebagai pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per tanaman. Pupuk sisipan selanjutnya dilakukan pada umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan. Adapun dosis pupuk sisipan sebanyak 2 – 3 kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan bersamaan dengan kegiatan pembubunan.
Pemupukan Konvensional
Selain pupuk dasar (pada awal penanaman), tanaman jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pupuk dasar yang digunakan adalah pupuk organik 15-20 ton/ha. Pemupukan tahap kedua digunakan pupuk kandang dan pupuk buatan (urea 20 gram/pohon; TSP 10 gram/pohon; dan ZK 10 gram/pohon), serta K2O (112 kg/ha) pada tanaman yang berumur 4 bulan. Pemupukan juga dilakukan dengan pupuk nitrogen (60 kg/ha), P2O5 (50 kg/ha), dan K2O (75 kg/ha). Pupuk P diberikan pada awal tanam, pupuk N dan K diberikan pada awal tanam (1/3 dosis) dan sisanya (2/3 dosis) diberikan pada saat tanaman berumur 2 bulan dan 4 bulan. Pupuk diberikan dengan ditebarkan secara merata di sekitar tanaman atau dalam bentuk alur dan ditanam di sela-sela tanaman
e. Pengairan dan Penyiraman
Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi pada awal masa tanam diusahakan penanaman pada awal musim hujan sekitar bulan September;
f. Waktu Penyemprotan Pestisida
Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai dari saat penyimpanan bibit yang untuk disemai dan pada saat pemeliharaan. Penyemprotan pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur dengan pupuk organik cair atau vitamin-vitamin yang mendorong pertumbuhan jahe.
I. Hama dan Penyakit
1. Hama
Hama yang dijumpai pada tanaman jahe adalah:
a. Kepik, menyerang daun tanaman hingga berlubang-lubang.
b. Ulat penggesek akar, menyerang akar tanaman jahe hingga menyebabkan tanaman jahe menjadi kering dan mati.
c. Kumbang.
2. Penyakit
a. Penyakit layu bakeri
Gejala:
Mula-mula helaian daun bagian bawah melipat dan menggulung kemudian terjadi perubahan warna dari hijau menjadi kuning dan mengering. Kemudian tunas batang menjadi busuk dan akhirnya tanaman mati rebah. Bila diperhatikan, rimpang yang sakit itu berwarna gelap dan sedikit membusuk, kalau rimpang dipotong akan keluar lendir berwarna putih susu sampai kecoklatan. Penyakit ini menyerang tanaman jahe pada umur 3-4 bulan dan yang paling berpengaruh adalah faktor suhu udara yang dingin, genangan air dan kondisi tanah yang terlalu lembab.
Pengendalian:
• Jaminan kesehatan bibit jahe;
• Karantina tanaman jahe yang terkena penyakit;
• Pengendalian dengan pengolahan tanah yang baik;
• Pengendalian fungisida dithane M-45 (0,25%), Bavistin (0,25%)
b. Penyakit busuk rimpang
Penyakit ini dapat masuk ke bibit rimpang jahe melalui lukanya. Ia akan tumbuh dengan baik pada suhu udara 20-25 derajat C dan terus berkembang akhirnya menyebabkan rimpang menjadi busuk.
Gejala :
Daun bagian bawah yang berubah menjadi kuning lalu layu dan akhirnya tanaman mati.
Pengendalian:
• Penggunaan bibit yang sehat;
• Penerapan pola tanam yang baik;
• Penggunaan fungisida.
c. Penyakit bercak daun
Penyakit ini dapat menular dengan bantuan angin, akan masuk melalui luka maupun tanpa luka.
Gejala:
Pada daun yang bercak-bercak berukuran 3-5 mm, selanjutnya bercakbercak itu berwarna abu-abu dan ditengahnya terdapat bintik-bintik berwarna hitam, sedangkan pinggirnya busuk basah. Tanaman yang terserang bisa mati.
Pengendalian :
Baik tindakan pencegahan maupun penyemprotan penyakit bercak daun sama halnya dengan cara-cara yang dijelaskan di atas.
3. Gulma
Gulma potensial pada pertanaman temu lawak adalah gulma kebun antara lain adalah rumput teki, alang-alang, ageratum, dan gulma berdaun lebar lainnya.
J. Pengendalian Hama/Penyakit secara Organik
Dalam pertanian organik yang tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya melainkan dengan bahan-bahan yang ramah lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak awal pertanaman untuk menghindari serangan hama dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT (Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya adalah sebagai berikut:
1) Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat yaitu memilih bibit unggul yang sehat bebas dari hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan hama dari sejak awal pertanaman.
2) Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-musuh alami.
3) Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan terhadap serangan hama dan penyakit.
4) Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu dengan tenaga manusia.
5) Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan tanaman yang saling menunjang, serta rotasi tanaman pada setiap masa tanamnya untuk memutuskan siklus penyebaran hama dan penyakit potensial.
6) Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan residu toksik baik pada bahan tanaman yang dipanen ma maupun pada tanah. Disamping itu penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan darurat berdasarkan aras kerusakan ekonomi yang diperoleh dari hasil pengamatan.
Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam pengendalian hama antara lain adalah:
1) Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil misalnya Aphids.
2) Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium) yang mengandung piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama gudang, dan lalat buah.
3) Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang mengandung rotenone untuk insektisida kontak yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan semprotan.
4) Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga penghisap seperti wereng dan serangga pengunyah seperti hama penggulung daun (Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV dan Tungro.
5) Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
6) Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya mengandung komponen utama asaron dan biasanya digunakan untuk racun serangga dan pembasmi cendawan, serta hama gudang Callosobrocus.
K. Panen
1. Ciri dan Umur Panen
Pemanenan dilakukan tergantung dari penggunaan jahe itu sendiri. Bila kebutuhan untuk bumbu penyedap masakan, maka tanaman jahe sudah bisa ditanam pada umur kurang lebih 4 bulan dengan cara mematahkan sebagian rimpang dan sisanya dibiarkan sampai tua. Apabila jahe untuk dipasarkan maka jahe dipanen setelah cukup tua. Umur tanaman jahe yang sudah bisa dipanen antara 10-12 bulan, dengan ciri-ciri warna daun berubah dari hijau menjadi kuning dan batang semua mengering. Misal tanaman jahe gajah akan mengering pada umur 8 bulan dan akan berlangsung selama 15 hari atau lebih (Yoganingrum, 1999).
2. Cara Panen
Cara panen yang baik, tanah dibongkar dengan hati-hati menggunakan alat garpu atau cangkul, diusahakan jangan sampai rimpang jahe terluka. Selanjutnya tanah dan kotoran lainnya yang menempel pada rimpang dibersihkan dan bila perlu dicuci. Sesudah itu jahe dijemur di atas papan atau daun pisang kira-kira selama 1 minggu. Tempat penyimpanan harus terbuka, tidak lembab dan penumpukannya jangan terlalu tinggi melainkan agak disebar.
3. Periode Panen
Waktu panen sebaiknya dilakukan sebelum musim hujan, yaitu diantara bulan Juni – Agustus. Saat panen biasanya ditandai dengan mengeringnya bagian atas tanah. Namun demikian apabila tidak sempat dipanen pada musim kemarau tahun pertama ini sebaiknya dilakukan pada musim kemarau tahun berikutnya. Pemanenan pada musim hujan menyebabkan rusaknya rimpang dan menurunkan kualitas rimpang sehubungan dengan rendahnya bahan aktif karena lebih banyak kadar airnya.
4. Perkiraan Hasil Panen
Produksi rimpang segar untuk klon jahe gajah berkisar antara 15-25 ton/hektar, sedangkan untuk klon jahe emprit atau jahe sunti berkisar antara 10-15 ton/hektar.
L. Pasca Panen
1. Penyortiran Basah dan Pencucian
Sortasi pada bahan segar dilakukan untuk memisahkan rimpang dari kotoran berupa tanah, sisa tanaman, dan gulma. Setelah selesai, timbang jumlah bahan hasil penyortiran dan tempatkan dalam wadah plastik untuk pencucian. Pencucian dilakukan dengan air bersih, jika perlu disemprot dengan air bertekanan tinggi. Amati air bilasannya dan jika masih terlihat kotor lakukan pembilasan sekali atau dua kali lagi. Hindari pencucian yang terlalu lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai, tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.
2. Perajangan
Jika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan. Perajangan rimpang dilakukan melintang dengan ketebalan kira-kira 5 mm – 7 mm. Setelah perajangan, timbang hasilnya dan taruh dalam wadah plastik/ember. Perajangan dapat dilakukan secara manual atau dengan mesin pemotong.
3. Pengeringan
Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan sinar matahari atau alat pemanas/oven. pengeringan rimpang dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%. pengeringan dengan sinar matahari dilakukan diatas tikar atau rangka pengering, pastikan rimpang tidak saling menumpuk. Selama pengeringan harus dibolak-balik kira-kira setiap 4 jam sekali agar pengeringan merata. Lindungi rimpang tersebut dari air, udara yang lembab dan dari bahan-bahan disekitarnya yang bisa mengkontaminasi. Pengeringan di dalam oven dilakukan pada suhu 50oC - 60oC. Rimpang yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan bahwa rimpang tidak saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah rimpang yang dihasilka (Koswara, 1999).
4. Penyortiran Kering.
Selanjutnya lakukan sortasi kering pada bahan yang telah dikeringkan dengan cara memisahkan bahan-bahan dari benda-benda asing seperti kerikil, tanah atau kotoran-kotoran lain. Timbang jumlah rimpang hasil penyortiran ini (untuk menghitung rendemennya).
5. Pengemasan
Setelah bersih, rimpang yang kering dikumpulkan dalam wadah kantong plastik atau karung yang bersih dan kedap udara (belum pernah dipakai sebelumnya). Berikan label yang jelas pada wadah tersebut, yang menjelaskan nama bahan, bagian dari tanaman bahan itu, nomor/kode produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih dan metode penyimpanannya.
6. Penyimpanan
Kondisi gudang harus dijaga agar tidak lembab dan suhu tidak melebihi 30oC dan gudang harus memiliki ventilasi baik dan lancar, tidak bocor, terhindar dari kontaminasi bahan lain yang menurunkan kualitas bahan yang bersangkutan, memiliki penerangan yang cukup (hindari dari sinar matahari langsung), serta bersih dan terbebas dari hama gudang.






















DAFTAR PUSTAKA

Anonim,1999. Mengenal Budidaya Jahe dan Frospek Jahe, Koperasi Daar El-Kutub, Jakarta
———.1999, Investasi Agribisnis Komoditas Unggulan Tanaman Fangan dan Holtikultura, Kanisius, Yogyakarta.
Paimin, 1999 FB. Budidaya, Pengolahan, Perdagangan Jahe, Penebar Swadaya, Jakarta,
Koswara, S. Jahe dan Hasil Olahannya, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995
Santoso, HB.1994. Jahe Gajah, Kanisius, Yogyakarta.
Yoganingrum, A. 1999. Paket Informasi Teknologi Budidaya dan Pasca Panen, Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-LIPI, Jakarta.

BUDIDAYA TANAMAN OBAT LENGKUAS

A. PENDAHULUAN
Tanaman obat merupakan komoditas yang sangat spesifik karena persyaratan standar mutu ditetapkan sesuai kandungan senyawa aktif yang berkhasiat obat. Dengan demikian, untuk mencapai kualitas yang diharapkan maka penanganan dan pengelolaan produksi tanaman obat di lapangan harus hati- hati, agar produksi biomassanya baik dan kadar serta kandungan senyawa aktifnya stabil. Untuk itu, proses produksinya yang dimulai dari lapangan berupa pemanenan tanaman liar ataupun budidaya tanaman obat perlu memperhatikan kaidah- kaidah yang ditentukan. Dlam hal ini proses pasca panen tanaman obat harus betul- betul diperhatikan. Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI bekerja sama dengan Direktorat Pengawasan Obat Tradisional disebutkan terdapat 1000 spesies tumbuhan yang dapat digunakan sebagai tanaman obat atau memiliki pengaruh bagi kesehatan, namun hanya kira- kira 350 spesies timbuhan abat yang benar- benar telah digunakan sebagai bahan baku obat yang benar- benar telah digunakan sebagai bahan baku obat oleh masyarakat maupun industry jamu Indonesia, sehingga pemanfaatan tanaman obat dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu:
1. Tanaman sebagai produk alam
Sampai saat ini bahan baku industry obat, jamu, dan kosmetika tradisional yang dimanfaatkan bahan baku tanaman obat masih bergantung dari alam, hanya sedikit yang berasal dari budidaya. Tanaman obat dari alam, keberadaannya lepas dari tangan manusia dan murni sebnagai produk alam. Pada umumnya, tanaman- tanaman ini tumbuh liar di hutan, baik hutan dataran rendah maupun dataran tinggi. Sering pula tumbuhan ini dijumpai hidup di daerah pegunungan, pinggir sungai, pematang sawa, bahkan bisa jadi dianggap gulma atau tanaman pengganggu.
2. Tanaman obat hasil budidaya
Pada umumnya usaha budidaya tanaman obat merupakan usaha sampingan dan biasanya ditanam secara tumpangsari. Namun, seiring dengan program pembangunan bidang pertanian , budidaya tanaman obat diarahkan pada pola agroindustri dan menjadi bagian dari sistem agrofarmasi berdasarkan azas manfaat, lestari, dan keberlanjutan, sesuai dengan UU No 12 1992 tentang budidaya tanaman.
Usaha budidaya tanaman obat dapat didorong pengembangannya dengan jaminan pada pemasarannya. Namun, masih ada kesulitan untuk mempertemukan kepentingan produsen dan pengumpul dengan pihak- pihak yang terkait langsung agar memiliki persepsi yang sama yang bertumpu pada kepentingan teknologi, petani pengguna paket, dan industry sebagai konsumen hasil budidaya

a. Klasifikasi Ilmiah Lengkuas
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil
Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae (suku jahe-jahean)
Genus : Alpinia
Spesies : Alpinia galanga (L.) Sw.
b. Deskripsi Tanaman
Tanaman bernama latin Alpinia galanga dikenal juga dengan nama lain laos (jawa), laja (sunda), langkueh (Minang) dll. Bagian tanaman ini yang sering dipergunakan sebagai bahan obat adalah rimpang-nya. Beberapa penyakit yang bisa di obati oleh lengkuas ini adalah: Aneka penyakit kulit, rematik, obat gosok, pelancar kemih
Tanaman lengkuas merupakan tumbuhan herba/terna menahun tinggi 1,5 – 2 m, tegak, terestrial, dengan kumpulan daun berbentuk roset dekat permukaan tanah. Akar serabut tum¬buh di sekitar rimpang, warna coklat muda. Tidak berbatang nyata, batang terdapat di dalam tanah sebagai rimpang. Rimpang bercabang sangat kuat, cabangnya banyak, berumbi, aromatik. Akar sangat banyak. Umbi berwarna putih dengan tepi berwarna coklat kekuningan. Rimpang umbi lengkuas selain berserat kasar juga memiliki aroma yang khas.
Daun biasanya 2, jarang 1 atau 3, bentuk elip besar atau bulat, dengan pangkal daun membulat sampai agak berbentuk jantung, menyempit ke arah tangkai, segera sangat pendek meruncing, permukaan atas daun suram, berambut, dengan tepi oranye atau coklat merah, hijau, bagian bawah hijau pucat, daging daun seperti kulit, panjang helaian 7-15 cm, lebar 2-8,5 cm, tangkai daun 3-10 mm, ligula sangat pendek, pelepah daun terdapat di dalam tanah, berwarna putih, panjang 1,5-3,5 cm. Bunganya muncul pada ujung tanaman. Bunga majemuk, silindris, ke¬luar tersendiri di ujung batang, panjang sampai 4 cm, dengan 4-12 bunga atau lebih, daun pelindung 2, sangat sempit, 3-3,5 cm. Kelopak bunga dengan ujung bergigi dua. Daun mahkota berwarna putih, berbau harum, bentuk tabung dengan ukuran 2,5-5 cm. Benang sari steril berbentuk lembaran, berlekatan berbentuk bibir (labellum), di bagian bawah tengah-tengahnya berbercak ungu, yang lain putih atau ungu cerah dengan titik-titik ungu, kepala sari besar. Buah bulat, keras. Langkuas atau Lengkuas merupakan tumbuhan yang dapat hidup baik di dataran tinggi maupun dataran rendah (Cheppy S., 2005).
Tanaman ini memiliki batang semu (Batang ini sebetulnya pelepah daun yang bertumpuk tumpuk) seperti pisang, tapi tingginya bisa sampai 2 m. Daunnya bulat panjang dimana daun bagian bawah terdiri dari pelepah-pelepah saja sedang bagian atas lengkap dengan helaian daun. Bunganya muncul pada ujung batang semu tadi. Lengkuas atau laos ada yang berimpang putih, ada pula yang berimpang merah. Yang merah ukurannya lebih besar dan khasiatnya untuk obat Iebih banyak.
c. Kandungan Kimia
Spasmolitik, antiradang (menghambat sintesis, an¬tibakteri. Acetoxychavicol acetate dapat mempunyai aktivitas anti¬tu¬mor. Sebagai bahan obat, yang digunakan adalah lengkuas dalam ben¬tuk simplisia (disebut Galangae Rhizome), yaitu bentuk rajangan rim¬pang lengkuas yang telah dikeringkan di bawah sinar matahari tak lang¬sung, sehingga kadar minyak atsiri yang dikandungnya tidak ku¬rang dari 0,5% v/b. Kandungan kadar abu tidak lebih dari 3,9%. Bahan organik asing tidak lebih dari 2,0%.
d. Budidaya Tanaman Lengkuas
Tanaman dapat diperbanyak dengan rimpang atau biji, namun umumnya lebih mudah diperbanyak dengan menggunakan rimpang. Rimpang yang baik untuk bibit adalah bagian ujungnya.Pengolahan tanah dilakukan dengan menggemburkan tanah dan di¬buat guludan-guludan. Pupuk yang digunakan meliputi pupuk kan¬dang, kompos, dan pupuk buatan. Juga diperlukan bahan-bahan kimia untuk pemberantasan gulma. Panen dilakukan pada saat tanaman berumur 2½ – 3 bulan, dan ja¬ngan lebih tua dari umur tersebut, karena rimpang akan mengandung serat kasar yang tidak disukai di pasaran.
e. Syarat Tumbuh
Lengkuas dapat hidup di dataran rendah sampai dataran tinggi sekitar 1200 m dpl, curah hujan 2500- 4000 mm.tahun, suhu udara 29- 25º C, kelembapan sedang, dan penyinaran tinggi, Jenis tanah yang cocok untuk tanaman ini adalah latosol merah cokelat, andosol, dan aluvialdengan tekstur lempung berliat, lempung berpasir, lempung merah, dan lateristik (Cheppy S., 2005)
f. Pembibitan
Perbanyakan tanaman lengkuas dapat menggunakan potongan rimpang yang sudah tua dan bertunas atau rimpang anakan, kemudian dipecah- pecah menjadi beberapa ruas dengan 2-3 tunas dalam tiap pecahannya atau disesuaikan dengan rencana kebutuhannya. Rimpang tua sebaiknya dipilih yang beratnya 50 gram, dan ukurannya seragam. Rimpang dapat ditunaskan di atas 3- 5 lapisan jerami/ alang- alang yang dihamparkan di atas tanah. Penyemaian juga dapat dilakukan di atas rak- rak kayu. Penyiraman selama pembibitan sampai bertunas dilakukan untuk memelihara sebagian besar mata rimpang. Pertunasan dianggap cukup bila semua atau sebagian besar mata rimpang sudah tumbuh 1- 2cm, biasanya berumur 3-4 minggu. Setelah rimpang bertunas atau dipelihara selam 1-2 bulan, bibit yang pertumbuhannya seragam siap dipasarkan
g. Khasiat Lengkuas
Digunakan untuk pe¬nyembuhan penyakit ku¬lit panu, eksem, ko-reng, ma¬suk angin, perut tidak enak, kurang nafsu ma¬kan, gangguan perna¬fas¬an (bron¬chial catarrh) pada anak-anak, juga untuk stimu¬lan¬sia aromatikum. Sebagai obat dalam rimpang lengkuas digunakan untuk mengobati gangguan pencernaan, meredakan kolik atau mules (meredakan ak¬ti¬vi¬tas peristaltik usus). Sebagai penawar keracunan makanan dan anti ke¬jang. Juga untuk obat kanker pada lambung.
Parutan rimpang segar digunakan untuk menanggulangi gangguan limpa dan herpes. Uap yang diperoleh dari hasil peng¬em¬bunan kukusan tunas batang digunakan untuk mengobati sakit te¬linga. Bubur bayi sering diberi bumbu rimpang lengkuas ini, disamping supaya sedap, juga dimaksudkan untuk mencegah kembung pada bayi. Untuk obat luar, rimpang ini digunakan sebagai obat gosok (dima¬serasi dengan anggur), obat kulit melepuh, sebagai anti jamur (obat panu dan penyakit kulit lainnya). Daunnya di-infus atau digunakan sebagai stimulansia, dan campuran air mandi untuk pembersih badan setelah melahirkan dan meredakan rasa sakit pada rematik (dikenal dengan istilah “mandi hangat”). Bijinya juga berbau aromatis, digunakan untuk meredakan kolik / mules perut, diare dan anti mual.
Rimpangnya sendiri merupakan bahan bumbu dapur yang penting da¬lam resep-resep masakan Indonesia, untuk bumbu dendeng, kuah sa¬te dan lain sebagainya. Sedangkan ampas rimpang laos setelah diam¬bil pa-tinya, dicampur dengan parutan kelapa, ditambah “tempe bosok”, ga¬ram, bawang putih dan kencur digunakan sebagai bahan ma¬kanan lain yang disebut gembrot (Jawa), biasa dimakan bersama cabe merah se¬telah terlebih dahulu dipanggang dalam bungkus daun pisang
 Penyakit kulit: Panu, kadas, kudis, koreng, borok
Pengobatan: Pengobatan luar, di oles di tempat yang sakit. Cara membuat: - Tumbuk halus rimpang lengkuas dengan bawang putih (perbandingan 1:4, 1 rimpang 4 bawang putih) sampai jadi bubur. Oleskan/ tempelkan di tempat yang sakit
Untuk kurap yang telah menahun, tambahkan ramuan tadi dengan cuka
Untuk Panu: sediakan rimpang segar, cacah hingga timbul seratnya, gosokkan pada bagian yang sakit. Untuk obat panu, 1 jari rimpang segar disayat miring/serong, lalu diu¬las¬kan pada panu (tidak perlu digosok, sekedar airnya membasahi panu sudah cukup).
 Obat gosok
Pengobatan: Pengobatan luar, di gosok pada perut Cara membuat: - Iris rimpang lengkuas, rendam dalam alcohol. Gosokkan irisan rimpang tadi ke perus yang sakit
 Rematik
Pengobatan: Mandi air rebusan. Cara membuat: - Cuci bersih rimpang lengkuas lalu rebus. Gunakan air rebusan yang masih hangat untuk mandi
 Sakit kepala, nyeri dada, menguatkan lambung, memperbaiki pencernaan
Pengobatan: di jadikan bumbu dapur Cara membuat: - Rimpang lengkuas yang di jadikan bumbu dapur di campur dalam masakan sehari-hari
 Sakit Limpa
Bahan: 2 rimpang lengkuas sebesar ibu jari, 3 rimpang umbi temulawak sebesar ibu jari dan 1 genggam daun meniran. Cara membuat: semua bahan tersebut direbus dengan 3 gelas air sampai mendidih. Cara menggunakan: diminum 2 kali sehari 1 cangkir, pagi dan sore.
 Membangkitkan Gairah Seks
Bahan: 2 rimpang umbi lengkuas sebesar ibu jari, 3 rimpang umbi halia sebesar ibu jari dan 2 buah jeruk nipis, 1 sendok teh merica, 1 sendok teh garam dan 1 ragi tape. Cara membuat: umbi lengkuas dan halia diparut dan diperas untuk diambil airnya, kemudian dioplos dengan bahan-bahan yang lain dengan 0,5 gelas air masak sampai merata. Cara menggunakan: diminum.
 Membangkitkan Nafsu Makan
Bahan:1 rimpang lengkuas sebesar ibu jari, 3 buah mengkudu mentah, 0,5 rimpang kencur sebesar ibu jari, 0,5 sendok teh bubuk ketumbar, 1 siung bawang putih, 3 mata buah asam jawa yang masak, 1 potong gula merah, jakeling, jalawe dan jarahab. Cara membuat: semua bahan tersebut direbus dengan 2 gelas air sampai mendidih hingga tinggal 1 gelas Cara menggunakan: diminum 2 kali sehari 0,5 gelas, pagi dan sore.
 Bronkhitis
Bahan: rimpang umbi lengkuas, temulawak dan halia (masing-masing 2 rimoang) sebesar ibu jari, keningar, 1 genggam daun pecut kuda, 0,5 genggam daun iler, daun kayu manis secukupnya. Cara membuat: semua bahan tersebut ditumbuk halus kemudian direbus dengan 3 gelas air sampai mendidih Cara menggunakan: diminum 2 kali sehari, pagi dan sore.

Penanganan pasca panen rimpang
Meliputi pemanenan, pencucian, perajangan dan peneringan.
1. Pemanenan
Waktu panen simplisis rimpang lengkuas di tandai dengan berakhirnya pertumbuhan vegetative seperti daun menunjukkan gejala kelayuan secara fisiologis. Pada keadaan ini rimpang telah berukuran optimal dan umur di lahan 10-12 bulan untuk lengkuas.
Pemanenan dilakuakn dengan cara membnongkar rimpang dengan garpu atau cagkul secara hati-hati agar tidak terluka atau rusak. Tanah yang menempel pada rimpang di bersihkan dengan cara di pukul pelan-pelan sehingga tanah terlepas.
2. Pencucian
Rimpang yang telah di hilangkan batang, daun dan karnya tersebut kemudioan di bawa ke tempat pencucian. Rimpang direndam di dalam bak pencucian selama 2-3 jam. Selanjutnya rimpang di cuci sambil disortasi. Setelah bersih, rimpang segera di tiriskan dalam rak-rak peniris selama satu hari. Penirisan sebaiknya di lakukan dalam ruangan atau ditempat yang tidak terkena sinar matahari langsung.
3. Perajangan
Perajangan untuk mempermudah pengeringan rimpang lengkuas. Jika lengkuas hendak dikonsumsi dalam keadaan segar maka perajangan tidak perlu di lakukan. Dan rimpang dapat segera di manfaatkan setelah di cuci dan ditiriskan.
Perajangan dapat menggunakan mesin atau perajang manual. Arah irisan melintng agar sel-sel yang mengandung minyak atsiri tidak pecah. Dan kadarnya tidak menmurun akibat penguapan. Tebal irisan rimpang antara 4-6 mm.
Untuk mendapatkan warna dan kualitas lengkus yang bagus, setelah perajangan rimpang lengkuas diuapi dengan uap panas atau di celup dalam air mendidih selama 1 jam sebelum dikeringkan.
4. Pengeringan
Pengeringan rimpang lengkuas dapat menggunakan matahari langsung, alat pengering beretenaga sinar matahari, di angin-anginkan, atau memakai mesin pengeringan.
a. Dengan matahari langsung
Pengeringan dilakukan di tempat cahaya matahari langsung. Sistem ini menggunakan waktu yang agak lama tergantung intensitas dan lama penyinaran .
b. Penmgeringan dengan alat berenergi cahaya matahari.
Masih tergantung pada intensitas cahaya dan lama penyinaran, tetapi waktunya relative lebih singkat. Untuk itu, bahan di hamparkan di atas rak pengering.
c. Pengeringan dengan mesin
Pengeringan dengan mesin selain lebih cepat juga hasilnya lebih berkualitas. Hal yang perlu di perhatik an dalam pengeringan dengan ,mesin pengering ini adalah suhu pengeringan yang tepat. Untuk rimpang lengkuas sebaiknya di gunakan suhu pengeringan antara 40-60 0c. waktu yang dibutuhkan 3-4 hari.
5. Pengemasan
Setelah rimpang mencapai derajat keekringan yang di inginkan, selanjutnya dapat segera di kemas untuk menghindari penyerapan kembali uap air oleh rimpang.pengemasan dilakukan dengan hati-hati agar rim pang tidak hancur. Simplisia segera di simpan atau diangkut ke pasar.

















DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Laporan Kegiatan Pusat Penelitian Obat Tradisional. Yogyakarta: Gajah Mada. Diakses Minggu 25 September 2011
Syukur, Cheppy. 2005. Pembibitan Tanaman Obat, Jakarta : Panebar Swadaya
Siswanto, Yuli Widyastuti. 2004 Penanganan Hasil Panen Tanaman Obat Komersial. Jakarta: Panebar Swadaya

Budidaya Kacang Tunggak

Pendahuluan

Kacang adalah istilah non-botani yang biasa dipakai untuk menyebut biji sejumlah tumbuhan polong-polongan (namun tidak semua). Dalam percakapan sehari-hari, kacang dipakai juga untuk menyebut buah (polong) atau bahkan tumbuhan yang menghasilkannya. Pengertian "kacang" tidak sama dengan nut dalam bahasa Inggris, namun lebih dekat dengan pengertian pulse ditambah dengan kedelai, kacang tanah dan sejumlah sayuran legum (kacang panjang) (Wikipedia, 2007).

BUDIDAYA KACANG TUNGGAK


Teknik budidaya tanaman kacang tunggak meliputi beberapa kegiatan pokok seperti berikut :
A. Penyiapan Benih
Tanaman kacang tunggak diperbanyak secara generatif dengan biji (benih). Benih kacang tunggak yang baik dan bermutu harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Berasal dari varietas unggul
2. Tampilan biji bernas (tidak keriput) dan tidak berlubang karena gigitan hama gudang
3. Daya kecambahnya tinggi, diatas 90%
4. Tidak mengandung wabah infeksi hama dan penyakit.
Kebutuhan benih kacang tunggak per satuan luas lahan sangat ditentukan oleh jarak tanam, sistem tanam, dan jumlah benih per lubang tanam. Pedoman umum kebutuhan benih kacang tunggak berkisar antara 20kg-30kg/ha. Daya kecambah benih kacang tunggak cepat menurun, sehingga sebelum benih ditanam sebaiknya daya kecambahnya diuji terlebih dahulu (Danuwarsa, 2006).

B. Penyiapan Lahan
Penyiapan lahan bagi kacang tunggak dapat dilakukan tanpa pengolahan tanah. Penyiapan lahan tanpa pengolahan tanah ini biasanya dipraktekkan pada lahan sawah tadah hujan bekas tanaman padi. Hasil penelitian Balittan malang menunjukkan bahwa penanaman kacang tunggak dengan tanpa pengolahan tanah dapat memberikan hasil yang cukup tinggi apabila diikuti dengan perbaikan teknologi budidaya, misalnya pembuatan drainase, pemberian mulsa jerami 5 ton/ha, penanaman dengan cara tugal, penyiangan dua kali, pengairan dua kali, dan pemupka berimbang (Cattelen, 1999).
C. Penanaman
Penanaman benih kacang tunggak dapat dilakukan dengan cara disebar atau ditugal. Hasil penelitian IITa menunjukan bahwa penanaman dengan cara ditugal memberikan hasil panen kacang tunggak yang lebih tinggi daripada penanaman cara disebar.Tata cara penanaman benih kacang tunggak sistem tugal adalah, mula-mula dibuat lubang tanam dengan alat bantu tugal pada jarak 40 cm x 20 cm. Kemudian, tiap lubang tanam diisi dengan 1-2 butir benih sambil ditutup dengan tanah tipis. Hasil penelitian Balittan Malang menunjukkan pula bahwa untuk meningkatkan populasi tanaman per satuan satuan luas lahan, jarak tanam dapat divariasi, misalnya 25 cm x 15 cm, diisi 1-2 butir benih/lubang, atau 25 cm x 10 cm, diisi 1 butir benih/ lubang Bersamaan dengan penanaman benih, dilakukan pemupukan dasar. Dosis dan jenis pupuk dasar yang digunakan adalah 100 kg TSP (SP-36) + 50 kg KCl per ha (IITA,1983).

D. Pemeliharaan Tanaman
Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi pengairan,, penyiangan, pemupukan susulan, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman.
a. Pengairan
Meski tanaman kacang tunggak tahan terhadap kondisi kering, tetapi pada stadium pertumbuhan awal dan fase pertumbuhan vegetatif, tetap membutuhkan air tanah yang cukup. Apabila tidak turun hujan, sebaiknya dilakukan pengairan minimal 2 kali selama pertanaman.
b. Pemupukan Susulan
Respon tanaman kacang tunggak terhadap pupuk Nitrogen (N) sangat tinggi. Pemberian pupuk N yang berlebihan terutama pada tanah yang subur dapat menyebabkan bakteri Rhizobium yang pada mulanya bersifat simbiosis mutualistik, berubah menjadi simbiosis parasitis sehingga menyebabkan produksi kacang tunggak menurun (Marschner, H.1995).
Untuk meningkatkan kesuburan tanaman kacang tunggak diperlukan pupuk tambahan. Dosis dan jenis pupuk dasar yang diberikan adalah Urea 50kg/hektar. Pupuk urea diberikan dua kali, yaitu 2 minggu dan 4 minggu setelah tanam.
c. Penyiangan
Rumput-rumput liar (gulma) yang tumbuh di areal (lahan) kacang tunggak akan menjadi pesaing dalam mendapatkan unsur hara, air, dan sinar matahari. Rumput liar harus disiangi dengan cara mencabutnya dengan tangan atau dengan kored, Selama pertanaman dilakukan dua kali penyiangan, yaitu saat tanaman berumur 2 minggu dan 4 minggu setelah tanam.
d. Perlindungan Tanaman
Perlindungan (proteksi) tanaman diarahkan pada pengendalian hama dan penyakit.
(UGM,2008).
E. Panen
Dengan mengambil polong yang sudah siap panen kering bagian kulit luar. Kemudian di keringkan biji kacang tunggaknya. Sampai kadar air 12 % (IITA,1983).
DAFTAR PUSTAKA

Cattelen.A.J,P,G.1999. Screening rhizobacteria to for promoting early Growth Soybeen. Soil.Sci. AM J:63 ; 1670-1680.
Danuwarsa. 2006. Analisis Proksimat dan Asam Lemak pada Beberapa Komoditas Kacang-kacangan. Buletin Teknik Pertanian Vol. 11 No. 1.
IITA. 1983. Soil nutrient management for sustained food crop production in upland farming system. In: The Soil of International Institute of Tropical Agriculture. Jua A.S.R., F.R. Moorman, R. Lal (eds). Ibadan Technical Buletin
Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition in Higher Plant. Academic Press. New York. 885 hal.
UGM, 2008. Budidaya Pertanian Kacang Tunggak.www.FapertaUGM.com. Diakses 2 Oktober 2011.
Wikipedia, 2007. Pengertian Kacang Tunggak. http://id.wikipedia.org/wiki/Kacang. Dikakses 2 Oktober 2011.

Senin, 10 Oktober 2011

Budidaya Khenaf

A. Pendahuluan
Kenaf merupakan tanaman asli Afrika, di negara-negara selatan Sahara, Hibiscus cannabinus merupakan tanaman liar yang umum dan secara luas ditanam sebagai tanaman sayuran dan serat. Angola kemungkinan menjadi pusat tanamn asli yang pertama,tetapi keragaman morfologi terbesar ditemukan di Afrika Utara. Baik kenaf maupun rosella (Hibiscus sabdariffa L.) temukan pertama pada awal abad 4000 SM di Sudan, dibawa ke India tidak diketahui waktunya.
Negara penghasil kenaf terbesar adalah Bengal Barat dan daerah pantai sepanjang Visakhapatnam (Andhra Pradesh) dan Madras (Tamil Nadu). Kenaf dikenalkan ke Indonesia dari India pada tahun 1904. Program budidaya Kenaf secara ekstensif dimulai pada tahun 1920an di daerah Caucasus Federasi Rusia (USSR) dan dari sana dibawa ke China pada tahun 1935. Produksi Kenaf juga dimulai setelah tahun 1945, misalnya di Amerika Serikat, Kuba dan Amerika Selatan. Sekarang Kenaf telah menyebar luas di daerah tropik dan subtropik, sebagai tanaman serat. Di Malyasia ditanam sebagai pengganti tembakau untuk mengurangi produksi rokok.
Taksonomi Tanaman Kenaf Tanaman kenaf memiliki taksonomi sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotylledoneae
Ordo : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Spesies : Hibiscus cannabinus L.
Kenaf mempunyai adaptasi yang lebar terhadap iklim dan tanah. Tanaman ini tumbuh pada 45°N dan 30°S. Tanaman Kenaf toleran terhadap variasi temperatur harian antara 10°C dan 50°C, tetapi mati oleh salju. Tanaman ini tumbuh terbaik pada temperaur harian diatas 20°C dan curah hujan bulanan rata-rata 100—125 mm. Kondisi ini ditemukan selama musim hujan di daerah tropik dan musim panas di daerah subtropik.
Kenaf merupakan tanaman berhari pendek: meskipun beberapa kultivar meninggalkan bagian vegetatifnya sampai periode pencahayaan turun dibawah 12,5 jam. Beberapa kultivar ditanam pada 20°N, kemudian tidak mulai berbunga pada awal September. Pada latitude yang lebih tinggi, kebiasaan berbunga lebih lambat, pada daerah equator, tanaman berbunga lebih awal dan mencapai tinggi yang tidak mencukupi, kecuali kultivar yang ditanam adalah photo-insensitive.
Kenaf dapat tumbuh pada berbagai tanah, tetapi paling baik pada tanah lempung aluvial atau kolluvial berpasir, dengan pH 6—6.8. Tanaman ini toleran terhadap garam, tetapi sensitif terhadap hilangnya air.
Morfologi Kenaf, merupakan herba tegak, satu tahunan, tinggi tumbuhan liar mencapai 2 m, jika ditanam mencapai 5 m. Batang pipih, silindris, pada tanaman budidaya tidak bercabang dan gundul, pigmentasi seluruhnya hijau, hijau dengan merah atau ungu ataupun seluruhnya merah, kadang separo dibawah hijau dan separo diatas berpigmentasi.
Daun berseling, stipula filiform, panjang 5—8 mm, berambut, panjang tangkai daun 3—30 cm, pada bagian adaksial berambut rata dan pada bagian abaksial berbulu tegak, berwarna hijau hingga merah; helaian daun berukuran 1—19 cm x 0.1—20 cm, pangkal daun meruncing sampai bentuk jantung, tepi beringgit atau bergigi, ujung daun meruncing, permukaan atas gundul, permukaan bawah berambut sepanjang urat daun. Bunga axiler, soliter atau kadang berkelompok dekat ujung, biseksual, diameter 7.5—10 cm; kelopak menggenta, berwarna hijau, berbulu tegak, mahkota besar dan terlihat, biasanya berwarna krem hingga kuning dengan merah pada pangkal dalamnya, terkadang biru atau ungu. Buah bulat telur, tipe kapsul, 12—20 mm x 11—15 mm, berambut lebat, mengandung 20—25(—35) biji. Biji bentuk ginjal hingga triangular dengan sudut runcing, 3—4 mm x 2—3 mm, berwarna keabuan atau coklat-hitam dengan titik kuning menyala.
B. Prospek Tanaman Khenaf
Kegunaan serat kenaf yang kering, digunakan dalam pembuatan tekstil kasar seperti, pakaian hessian dan karung untuk mengemas komoditas pertanian dan industri, juga dibuat menjadi benang, tambang dan benang sepatu. Bijinya dapat dimakan dan dapat digunakan sebagai pupuk alami.
Kenaf (Hibiscus cannabinus L) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peluang besar untuk menghasilkan devisa. Hampir seluruh komponen tanaman dapat digunakan sebagai bahan baku industri, seperti: Daun : pakan ternak, pupuk organic, makanan anak-anak (jelly)
Kayu : briket bahan bakar, perangkat rumah seperti daun pintu, kusen, jendela, particle board Serat : pulp dan kertas, geotekstil, doortrim, fibre drain, karpet, hardboard, handicraft. Biji : minyak goreng, farmasi, kosmetik
Keunggulan komoditas kenaf adalah: berumur pendek (4-5 bulan), mampu beradaptasi di berbagai lingkungan tumbuh marjinal, seperti lahan banjir (bonorowo), podsolik merah kuning, gambut dan tadah hujan. Gangguan hama dan penyakit sedikit dan biaya produksi rendah. Di samping multiguna, kenaf juga termasuk komoditas ramah lingkungan karena mudah terdegradasi dan selama pertumbuhannya dapat menangkap karbondioksida (CO2) di udara sehingga dapat mengurangi pencemaran udara (Eko, 2010).
C. Budidaya Tanaman Khenaf
a. Persyaratan Tumbuh
Kenaf dapat tumbuh hampir pada semua tipe tanah, tetapi tanah yang ideal untuk kenaf yaitu tanahlempung berpasir atau lempung liat berpasir dengan drainase yang baik (Dempsey, 1963). Sebagai petunjuk, bila tanah cocok untuk tanaman jagung, berarti juga cocok untuk kenaf. Kenyataannya pengembangan kenaf juga berada di daerab pertanaman jagung. Pada umumnya petani menanam kenaf secara tumpang sari atau tumpang sisip dengan jagung. Kenaf agak tahan kekeringan, namun karena seluruh bagian vegetatifnya (batang) harusdipanen pada umur 3,5-4 bulan, maka ketersediaan air selama pertumbuhan harus cukup. Kebutuhan air untuk kenaf sebesar 600 mm selama empat bulan (Iswindiyono dan Sastrosupadi, 1987). Kisaran pH cukup luas, yaitu dari 4,5-6,5 sehingga kenaf dapat tumbuh baik di tanah yang agak masam, antara lain di lahan gambut, khususnya untuk varietas He G4.
Drainase pada stadia awal pertumbuhan harus baik, meskipun pada stadia lanjut kenaf dapat tumbuh dalam keadaan tergenang. Di daerab banjir waktu tanam harus diatur sedemikian rupa sehingga pada waktu mulai tergenang tanaman paling sedikit sudah berumur dua bulan. Dengan cara tersebut kenaf masih dapat menghasilkan serat cukup tinggi. Tanaman semakin tua semakin tahan terhadap genangan.
Iklim
Curah hujan yang dikehendaki oleh kenaf selama pertumbuhannya sebesar 500-750 mm atau curah hujan setiap bulan 125-150 mm (Berger, 1969; Sinha dan Guharoy, 1987; Dempsey, 1963). Bila curah hujan kurang dari jumlah tersebut, umumnya perlu dibantu dengan pengairan dari irigasi maupun pompa.
b. Pengadaan benih bermutu
Pengadaan benih sebar harus berkesinambungan, setiap tahun harus tersedia sesuai dengan areal tanaman serat. Dalam situasi seperti ini, selain jumlab benih, maka mutu benih (mutu genetis, fisis, dan fisiologis) perlu ditangani dengan sungguh-sungguh. Sampai saat ini Balittas masih sanggup menyediakan benih dasar, selanjutnya penangkaran menjadi benih pokok dan sebar menjadi tanggung jawab pihak pengelola. SebeIum ada pihak yang berhak mengeluarkan sertifikat benih, Balittas ditunjuk untuk melaksanakan sertifikasi benih dengan dukungan dana dari pengelola. Untuk keperluan ini Balittas sejak awal harus terlibat langsung, khususnya dalam penyelenggaraan kebun penangkar benih. Dari benih yang bermutu akan memperoleh produktivitas serat yang tinggi meskipun harga benih menjadi lebih mahal.daripada harga sekarang yaitu Rp1.250/kg. Sebagai imbalannya, pemakaian benih per hektar berkurang dan dapat dijamin produktivitas seratnya lebih tinggi. Pada Tabel 1 disajikan biaya produksi untuk memproduksi benih dasar kenaf Hc 48 per hektar di KP Asembagus Harga benih dasar kenaf Hc 48 di KP Asembagus Rp 2.974.000/1.200 kg =Rp2.478,33/kg atau dibulatkan Rp2.500. Diperkirakan bila mengusahakan benih sebar di daerah Asembagus akan menghasilkan 1.400
kg/ha dengan biaya Rp2.494.000,- sehingga harga benih sebar Hc 48 = Rp1.781,-/kg atau dibulatkan Rp1.800,-/kg. Bagi pengelola yang menginginkan benih dasar dari Balittas harus mengajukan rencananya satu tahun sebelum tanam. Perlu diingat bahwa benih dasar yang dihasilkan baru dapat menjadi benih sebarpada tahun ke-3 seperti alur pengadaan benih di bawah ini. Diperkirakan bila mengusahakan benih sebar di daerah Asembagus akan menghasilkan 1.400 kg/ha dengan biaya Rp2.494.000,- sehingga harga benih sebarHc 48 = Rp1.781,-/kg atau dibulatkan Rp1.800,-/kg.
c. Waktu Tanam Setempat
Tanaman kenaf tergolong tanaman hari pendek. Bila tanaman tersebut ditanam pada bulan-bulan dengan fotoperiode yang pendek, maka tanaman akan cepat berbunga, batang pendek, dan produktivitas seratnya rendah. Agar tanaman berbatang tinggi (> 2,5 m) dan berdiameter optimal (1,5 cm), maka pada fase vegetatif harus mendapat penyinaran yang panjang. Jadi selama pertumbuhan fase vegetatif tersebut diusahakan jatuh pada bulan yang mempunyai fotoperiode panjang. Oleh karena itu bulan tanam harus disesuaikan dengan ritme pergerakan bumi mengelilingi matahari. Untuk belahan bumi selatan maka bulan yang mempunyai fotoperiode panjang jatuh pada bulan Agustus-Oktober.Patokan waktu tanam untuk varietas tanaman serat karung disajikan pada Tabel

d. Populasi Tanaman Dan Jarak Tanam
Populasi dan jarak tanam tergantung dari tingkat kesuburan tanahnya. Pada umumnya populasi untuk TSK berkisar dari 250.000-330.000 tanaman/ha atau dengan jarak tanam (20 cm x 20 cm)-(20 cm x 15 cm) dengan satu tanaman tiap lubang. Tanaman serat karung yang dipanen adalah bagian vegetatifnya, agar produktivitasnya tinggi, maka tanaman harus berbatang tinggi dengan diameter besar. Tanaman yang berdiameter kecil ( < 10 mm) seratnya akan mudah hancur pada waktu retting (proses perendaman batang) dan bila diameternya terlabesar (> 22 mm), bagian bawah batang membutuhkan waktu retting yang lama atau sulit untuk diserat. Nurheru et al. (1990) telah memperoleh hubugan antara hasil serat dengan tinggi dan diameter batang kenaf Hc 48 pada 15 hari sebelum panen sebagai berikut:
Y = 0,7T 0,65 D11,43
Y adalah hasil serat untuk 100.000 batang dalam kg, T tinggi tanaman dalam cm, dan D1 diameter batang bagian bawah dalam mm (diukur + 10 cm dari permukaan tanah atau pangkal batang). Dalam praktek masih banyak dijumpai petani memelihara lebih dari dua tanaman/lubang. Hal ini mungkin disebabkan cara penanamannya dengan cara disebar. Rasa sayang petani untuk membuang tanaman yang berkelebihan masih melekat dan sulit untuk disadarkan. Alasnnya antara lain untuk berjagajaga bila ada pengaruh luar yang kurang baik (hama, penyakit, kerusakan lain), atau mungkin kurang tersedianya tenaga untuk mclakukan penjarangan sehingga jumlah tanaman masih tetap banyak.
e. Pemupukan
Pada dasarnya pemupukan untuk kenaf menganut sistem pemupukan berimbang, yaitu pemberian hara disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan tingkat kesuburan tanahnya. Menurut Ghosh (1978) panen serat varietas Hc 867 sebesar 1,7 ton/ha menyerap unsur hara 96 kg N, 26 kg P, 120 kg K, 137 kg Ca, dan 29 kg Mg. Dari hasil analisis tanah di wilayah pengembangan kenaf, unsur K, Ca, dan Mg umumnya tidak menjadi masalah atau cukup tersedia, sedang N dan P sering kekurangan, terutama unsure N. Hal ini sesuai dengan sifat tanaman kenaf. Karena yang dipanen bagian vegetatif berupa batang, maka tanaman kenaf sangat responsif terhadap pemupukan N. Pemberian 1/3 N pada umur 10 hari dimaksudkan untuk starter, karena sampai umur satu bulan laju pertumbuhan kenaf masih kecil. Laju pertumbuhan terbesar terjadi pada umur 30 hari sampai dengan umur 60 hari. Karena itu 213 N diberikan pada waktu kenaf berumur 30-35 hari. Pupuk N dapat pula diberikan tiga kali, yaitu pada umur 10, 30, dan 60 hari.
f. Panen Dan Penyeratan
Umur panen sangat mempengaruhi produktivitas dan kualitas serat. Umur panen yang optimal untuk kenaf yaitu bila 50% dari populasi sudah berbunga atau dapat ditunda sampai bunga yang kesepuluh mekar. Pada waktu mulai berbunga tanaman dalam Case generatif dan pertumbuhan vegetatif yang dicerminkan oleh aktivitas kambium mulai berhenti. Dalam Case vegetatif, kambium membentuk kulit dan sel-sel serat. Dalam fase generatif sudah tidak terjadi pembentukan serat. Bila panen terlambat atau kelewat masak, akan terjadi perombakan karbohidra~ serat untuk dikirimkan ke buah. Panen yang terlalu muda menghasilkan produktivitas dan kualitas yang rendah, meskipun warna seratnya putih. Sebaliknya panen yang terlalu tua (buah sudah mulai kering) kualitas seratnya rendah, serat menjadi rapuh karena meningkatnya kandungan lignin dan kekuatan serat juga turun Pemotongan batang hendaknya pada pangkal batang dekat permukaan tanah, karena kandungan serat yang paling tinggi terdapat pada sepertiga batang bagian bawah.
Perendaman batang atau kulit (retting)

Agar dapat diambil seratnya, maka batang berkulit atau kulit batang harus direndam dalam kolam perendaman. Dengan perendaman sel-sel serat dapat terlepas melalui proses mikrobiologis. Terlepasnya serat hanya dapat dilakukan karena adanya perombakan substansi yang mengelilingi sel serat oleh aktivitas bakteri. Bila. yang direndam seluruh batang, maka waktu yang diperlukan untuk perendaman adalah 14-20 Hari. Bila yang direndam banya kulitnya, waktu perendaman hanya 7-10 hari saja. Untuk melepaskan kulit dari kayu kenaf digunakan alat pengelupas kulit atau ribboner. Proses penyeratan dan perendaman batang merupakan pekerjaan yang sangat banyak membutuhkan tenaga dan biaya. Umumnya kemampuan petani untuk menyerat adalah 15-20 kg serat kering/ha/orang. Selain memerlukan banyak tenaga, pekerjaan menyerat dirasakan se bagai pekerjaan yang kurang nyaman karena berhadapan. dengan proses pembusukan kulit oleh kegiatan mikroba yang menghasilkan aroma yang kurang sedap.
Serat akan meneapaigrade A apabila ketentuan sebagai berikut dapat dipenuhi:
a. Perendaman ditempatkan pada kolam-kolam rendaman yang airnya mengalir secara per lahan-lahan. Batang harus berada di bawah permukaan air. Sebagai pemberat batang agar terendam air digunakan bahan-bahan yang tidak mempengaruhi kualitas.
b. Batang pisang tidak baik sebagai bahan pemberat karena mengandung senyawa tanin yang dapat menyebabkan serat berwarna hitam. Juga bahan mengandung Fe perlu dihindari karena Fe menyebabkan warna serat menjadi hitam.
c. Merendam batang yang mempunyai ukuran relatif sama agar diperoleh waktu masak yang seragam.
d. Diameter ikatan batang yang direndam jangan melebihi 20 cm karena bila terlalu besar bagian dalam memerlukan waktu masak lebih lama.
e. Kedalaman kolam rendaman kurang lebih 100 cm
Pemberian Urea ke dalam kolam perendaman dapat mempersingkat waktu retting dan meningkatkan kualitas serat. Dosis Urea untuk setiap 1.000 kg batang yang direndam adalah 0,1 kg (Adjie, 2007).






















DAFTAR PUSTAKA


Adjie, 2007. Budidaya Khenaf. Jurnal Balai Penelitian Tanaman tembakau dan Serat. Malang. Diakses 18 April 2011.

Berger, J. 1969. The world's major fiber crops, their cultivation and manuring. Centre D'Etude Del Azote 6, Zurich.

Dempsey, J.M. 1963. Long vegetable fiber development in South Vietnam and Other Asian Countries. USOM-Saigon. Disbun TIt. I Jawa 1imur. 1992. Laporan evaluasi Program ISKARA 1991/1992.Surabaya.

Ghosh, T. 1978. Jute manual. Agric. Res. lost. Yesin. Burma.

Iswindiyono, S. dan A Sastrosupadi. 1987. Pengaruh interval pemberian air pada tenaf dan jute terbadap pertumbuhan.Skripsi SI Rttultas Pertanian, UPN "Veteran" Sufabaya.

Nurheru, A. Chandra Setiawan, dan A Sastrosupadi. 1990. Studi pendahuluan pendugaan produksi serat tenaf Hc 48 berdasarkan tinggi tanaman dan diameter batang. PTTS 5(2): 132-138.

Sastrosupadi, A. 1989. Hasil-basil penetitian serat batang selama Pelita IV. Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Thnaman Industri, Bogor.

Sinha, M.K. and M.K Guharoy. 1987. Production technologies for jute and allied fibers. JARI, Barrack pore, West Bengal.

Selasa, 26 April 2011

Budidaya Tanaman Khenaf

A. Pendahuluan
Kenaf merupakan tanaman asli Afrika, di negara-negara selatan Sahara, Hibiscus cannabinus merupakan tanaman liar yang umum dan secara luas ditanam sebagai tanaman sayuran dan serat. Angola kemungkinan menjadi pusat tanamn asli yang pertama,tetapi keragaman morfologi terbesar ditemukan di Afrika Utara. Baik kenaf maupun rosella (Hibiscus sabdariffa L.) temukan pertama pada awal abad 4000 SM di Sudan, dibawa ke India tidak diketahui waktunya.
Negara penghasil kenaf terbesar adalah Bengal Barat dan daerah pantai sepanjang Visakhapatnam (Andhra Pradesh) dan Madras (Tamil Nadu). Kenaf dikenalkan ke Indonesia dari India pada tahun 1904. Program budidaya Kenaf secara ekstensif dimulai pada tahun 1920an di daerah Caucasus Federasi Rusia (USSR) dan dari sana dibawa ke China pada tahun 1935. Produksi Kenaf juga dimulai setelah tahun 1945, misalnya di Amerika Serikat, Kuba dan Amerika Selatan. Sekarang Kenaf telah menyebar luas di daerah tropik dan subtropik, sebagai tanaman serat. Di Malyasia ditanam sebagai pengganti tembakau untuk mengurangi produksi rokok.
Taksonomi Tanaman Kenaf Tanaman kenaf memiliki taksonomi sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotylledoneae
Ordo : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Spesies : Hibiscus cannabinus L.
Kenaf mempunyai adaptasi yang lebar terhadap iklim dan tanah. Tanaman ini tumbuh pada 45°N dan 30°S. Tanaman Kenaf toleran terhadap variasi temperatur harian antara 10°C dan 50°C, tetapi mati oleh salju. Tanaman ini tumbuh terbaik pada temperaur harian diatas 20°C dan curah hujan bulanan rata-rata 100—125 mm. Kondisi ini ditemukan selama musim hujan di daerah tropik dan musim panas di daerah subtropik.
Kenaf merupakan tanaman berhari pendek: meskipun beberapa kultivar meninggalkan bagian vegetatifnya sampai periode pencahayaan turun dibawah 12,5 jam. Beberapa kultivar ditanam pada 20°N, kemudian tidak mulai berbunga pada awal September. Pada latitude yang lebih tinggi, kebiasaan berbunga lebih lambat, pada daerah equator, tanaman berbunga lebih awal dan mencapai tinggi yang tidak mencukupi, kecuali kultivar yang ditanam adalah photo-insensitive.
Kenaf dapat tumbuh pada berbagai tanah, tetapi paling baik pada tanah lempung aluvial atau kolluvial berpasir, dengan pH 6—6.8. Tanaman ini toleran terhadap garam, tetapi sensitif terhadap hilangnya air.
Morfologi Kenaf, merupakan herba tegak, satu tahunan, tinggi tumbuhan liar mencapai 2 m, jika ditanam mencapai 5 m. Batang pipih, silindris, pada tanaman budidaya tidak bercabang dan gundul, pigmentasi seluruhnya hijau, hijau dengan merah atau ungu ataupun seluruhnya merah, kadang separo dibawah hijau dan separo diatas berpigmentasi.
Daun berseling, stipula filiform, panjang 5—8 mm, berambut, panjang tangkai daun 3—30 cm, pada bagian adaksial berambut rata dan pada bagian abaksial berbulu tegak, berwarna hijau hingga merah; helaian daun berukuran 1—19 cm x 0.1—20 cm, pangkal daun meruncing sampai bentuk jantung, tepi beringgit atau bergigi, ujung daun meruncing, permukaan atas gundul, permukaan bawah berambut sepanjang urat daun. Bunga axiler, soliter atau kadang berkelompok dekat ujung, biseksual, diameter 7.5—10 cm; kelopak menggenta, berwarna hijau, berbulu tegak, mahkota besar dan terlihat, biasanya berwarna krem hingga kuning dengan merah pada pangkal dalamnya, terkadang biru atau ungu. Buah bulat telur, tipe kapsul, 12—20 mm x 11—15 mm, berambut lebat, mengandung 20—25(—35) biji. Biji bentuk ginjal hingga triangular dengan sudut runcing, 3—4 mm x 2—3 mm, berwarna keabuan atau coklat-hitam dengan titik kuning menyala.
B. Prospek Tanaman Khenaf
Kegunaan serat kenaf yang kering, digunakan dalam pembuatan tekstil kasar seperti, pakaian hessian dan karung untuk mengemas komoditas pertanian dan industri, juga dibuat menjadi benang, tambang dan benang sepatu. Bijinya dapat dimakan dan dapat digunakan sebagai pupuk alami.
Kenaf (Hibiscus cannabinus L) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peluang besar untuk menghasilkan devisa. Hampir seluruh komponen tanaman dapat digunakan sebagai bahan baku industri, seperti: Daun : pakan ternak, pupuk organic, makanan anak-anak (jelly)
Kayu : briket bahan bakar, perangkat rumah seperti daun pintu, kusen, jendela, particle board Serat : pulp dan kertas, geotekstil, doortrim, fibre drain, karpet, hardboard, handicraft. Biji : minyak goreng, farmasi, kosmetik
Keunggulan komoditas kenaf adalah: berumur pendek (4-5 bulan), mampu beradaptasi di berbagai lingkungan tumbuh marjinal, seperti lahan banjir (bonorowo), podsolik merah kuning, gambut dan tadah hujan. Gangguan hama dan penyakit sedikit dan biaya produksi rendah. Di samping multiguna, kenaf juga termasuk komoditas ramah lingkungan karena mudah terdegradasi dan selama pertumbuhannya dapat menangkap karbondioksida (CO2) di udara sehingga dapat mengurangi pencemaran udara (Eko, 2010).
C. Budidaya Tanaman Khenaf
a. Persyaratan Tumbuh
Kenaf dapat tumbuh hampir pada semua tipe tanah, tetapi tanah yang ideal untuk kenaf yaitu tanahlempung berpasir atau lempung liat berpasir dengan drainase yang baik (Dempsey, 1963). Sebagai petunjuk, bila tanah cocok untuk tanaman jagung, berarti juga cocok untuk kenaf. Kenyataannya pengembangan kenaf juga berada di daerab pertanaman jagung. Pada umumnya petani menanam kenaf secara tumpang sari atau tumpang sisip dengan jagung. Kenaf agak tahan kekeringan, namun karena seluruh bagian vegetatifnya (batang) harusdipanen pada umur 3,5-4 bulan, maka ketersediaan air selama pertumbuhan harus cukup. Kebutuhan air untuk kenaf sebesar 600 mm selama empat bulan (Iswindiyono dan Sastrosupadi, 1987). Kisaran pH cukup luas, yaitu dari 4,5-6,5 sehingga kenaf dapat tumbuh baik di tanah yang agak masam, antara lain di lahan gambut, khususnya untuk varietas He G4.
Drainase pada stadia awal pertumbuhan harus baik, meskipun pada stadia lanjut kenaf dapat tumbuh dalam keadaan tergenang. Di daerab banjir waktu tanam harus diatur sedemikian rupa sehingga pada waktu mulai tergenang tanaman paling sedikit sudah berumur dua bulan. Dengan cara tersebut kenaf masih dapat menghasilkan serat cukup tinggi. Tanaman semakin tua semakin tahan terhadap genangan.
Iklim
Curah hujan yang dikehendaki oleh kenaf selama pertumbuhannya sebesar 500-750 mm atau curah hujan setiap bulan 125-150 mm (Berger, 1969; Sinha dan Guharoy, 1987; Dempsey, 1963). Bila curah hujan kurang dari jumlah tersebut, umumnya perlu dibantu dengan pengairan dari irigasi maupun pompa.
b. Pengadaan benih bermutu
Pengadaan benih sebar harus berkesinambungan, setiap tahun harus tersedia sesuai dengan areal tanaman serat. Dalam situasi seperti ini, selain jumlab benih, maka mutu benih (mutu genetis, fisis, dan fisiologis) perlu ditangani dengan sungguh-sungguh. Sampai saat ini Balittas masih sanggup menyediakan benih dasar, selanjutnya penangkaran menjadi benih pokok dan sebar menjadi tanggung jawab pihak pengelola. SebeIum ada pihak yang berhak mengeluarkan sertifikat benih, Balittas ditunjuk untuk melaksanakan sertifikasi benih dengan dukungan dana dari pengelola. Untuk keperluan ini Balittas sejak awal harus terlibat langsung, khususnya dalam penyelenggaraan kebun penangkar benih. Dari benih yang bermutu akan memperoleh produktivitas serat yang tinggi meskipun harga benih menjadi lebih mahal.daripada harga sekarang yaitu Rp1.250/kg. Sebagai imbalannya, pemakaian benih per hektar berkurang dan dapat dijamin produktivitas seratnya lebih tinggi. Pada Tabel 1 disajikan biaya produksi untuk memproduksi benih dasar kenaf Hc 48 per hektar di KP Asembagus Harga benih dasar kenaf Hc 48 di KP Asembagus Rp 2.974.000/1.200 kg =Rp2.478,33/kg atau dibulatkan Rp2.500. Diperkirakan bila mengusahakan benih sebar di daerah Asembagus akan menghasilkan 1.400
kg/ha dengan biaya Rp2.494.000,- sehingga harga benih sebar Hc 48 = Rp1.781,-/kg atau dibulatkan Rp1.800,-/kg. Bagi pengelola yang menginginkan benih dasar dari Balittas harus mengajukan rencananya satu tahun sebelum tanam. Perlu diingat bahwa benih dasar yang dihasilkan baru dapat menjadi benih sebarpada tahun ke-3 seperti alur pengadaan benih di bawah ini. Diperkirakan bila mengusahakan benih sebar di daerah Asembagus akan menghasilkan 1.400 kg/ha dengan biaya Rp2.494.000,- sehingga harga benih sebarHc 48 = Rp1.781,-/kg atau dibulatkan Rp1.800,-/kg.
c. Waktu Tanam Setempat
Tanaman kenaf tergolong tanaman hari pendek. Bila tanaman tersebut ditanam pada bulan-bulan dengan fotoperiode yang pendek, maka tanaman akan cepat berbunga, batang pendek, dan produktivitas seratnya rendah. Agar tanaman berbatang tinggi (> 2,5 m) dan berdiameter optimal (1,5 cm), maka pada fase vegetatif harus mendapat penyinaran yang panjang. Jadi selama pertumbuhan fase vegetatif tersebut diusahakan jatuh pada bulan yang mempunyai fotoperiode panjang. Oleh karena itu bulan tanam harus disesuaikan dengan ritme pergerakan bumi mengelilingi matahari. Untuk belahan bumi selatan maka bulan yang mempunyai fotoperiode panjang jatuh pada bulan Agustus-Oktober.Patokan waktu tanam untuk varietas tanaman serat karung disajikan pada Tabel

d. Populasi Tanaman Dan Jarak Tanam
Populasi dan jarak tanam tergantung dari tingkat kesuburan tanahnya. Pada umumnya populasi untuk TSK berkisar dari 250.000-330.000 tanaman/ha atau dengan jarak tanam (20 cm x 20 cm)-(20 cm x 15 cm) dengan satu tanaman tiap lubang. Tanaman serat karung yang dipanen adalah bagian vegetatifnya, agar produktivitasnya tinggi, maka tanaman harus berbatang tinggi dengan diameter besar. Tanaman yang berdiameter kecil ( < 10 mm) seratnya akan mudah hancur pada waktu retting (proses perendaman batang) dan bila diameternya terlabesar (> 22 mm), bagian bawah batang membutuhkan waktu retting yang lama atau sulit untuk diserat. Nurheru et al. (1990) telah memperoleh hubugan antara hasil serat dengan tinggi dan diameter batang kenaf Hc 48 pada 15 hari sebelum panen sebagai berikut:
Y = 0,7T 0,65 D11,43
Y adalah hasil serat untuk 100.000 batang dalam kg, T tinggi tanaman dalam cm, dan D1 diameter batang bagian bawah dalam mm (diukur + 10 cm dari permukaan tanah atau pangkal batang). Dalam praktek masih banyak dijumpai petani memelihara lebih dari dua tanaman/lubang. Hal ini mungkin disebabkan cara penanamannya dengan cara disebar. Rasa sayang petani untuk membuang tanaman yang berkelebihan masih melekat dan sulit untuk disadarkan. Alasnnya antara lain untuk berjagajaga bila ada pengaruh luar yang kurang baik (hama, penyakit, kerusakan lain), atau mungkin kurang tersedianya tenaga untuk mclakukan penjarangan sehingga jumlah tanaman masih tetap banyak.
e. Pemupukan
Pada dasarnya pemupukan untuk kenaf menganut sistem pemupukan berimbang, yaitu pemberian hara disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan tingkat kesuburan tanahnya. Menurut Ghosh (1978) panen serat varietas Hc 867 sebesar 1,7 ton/ha menyerap unsur hara 96 kg N, 26 kg P, 120 kg K, 137 kg Ca, dan 29 kg Mg. Dari hasil analisis tanah di wilayah pengembangan kenaf, unsur K, Ca, dan Mg umumnya tidak menjadi masalah atau cukup tersedia, sedang N dan P sering kekurangan, terutama unsure N. Hal ini sesuai dengan sifat tanaman kenaf. Karena yang dipanen bagian vegetatif berupa batang, maka tanaman kenaf sangat responsif terhadap pemupukan N. Pemberian 1/3 N pada umur 10 hari dimaksudkan untuk starter, karena sampai umur satu bulan laju pertumbuhan kenaf masih kecil. Laju pertumbuhan terbesar terjadi pada umur 30 hari sampai dengan umur 60 hari. Karena itu 213 N diberikan pada waktu kenaf berumur 30-35 hari. Pupuk N dapat pula diberikan tiga kali, yaitu pada umur 10, 30, dan 60 hari.
f. Panen Dan Penyeratan
Umur panen sangat mempengaruhi produktivitas dan kualitas serat. Umur panen yang optimal untuk kenaf yaitu bila 50% dari populasi sudah berbunga atau dapat ditunda sampai bunga yang kesepuluh mekar. Pada waktu mulai berbunga tanaman dalam Case generatif dan pertumbuhan vegetatif yang dicerminkan oleh aktivitas kambium mulai berhenti. Dalam Case vegetatif, kambium membentuk kulit dan sel-sel serat. Dalam fase generatif sudah tidak terjadi pembentukan serat. Bila panen terlambat atau kelewat masak, akan terjadi perombakan karbohidra~ serat untuk dikirimkan ke buah. Panen yang terlalu muda menghasilkan produktivitas dan kualitas yang rendah, meskipun warna seratnya putih. Sebaliknya panen yang terlalu tua (buah sudah mulai kering) kualitas seratnya rendah, serat menjadi rapuh karena meningkatnya kandungan lignin dan kekuatan serat juga turun Pemotongan batang hendaknya pada pangkal batang dekat permukaan tanah, karena kandungan serat yang paling tinggi terdapat pada sepertiga batang bagian bawah.
Perendaman batang atau kulit (retting)

Agar dapat diambil seratnya, maka batang berkulit atau kulit batang harus direndam dalam kolam perendaman. Dengan perendaman sel-sel serat dapat terlepas melalui proses mikrobiologis. Terlepasnya serat hanya dapat dilakukan karena adanya perombakan substansi yang mengelilingi sel serat oleh aktivitas bakteri. Bila. yang direndam seluruh batang, maka waktu yang diperlukan untuk perendaman adalah 14-20 Hari. Bila yang direndam banya kulitnya, waktu perendaman hanya 7-10 hari saja. Untuk melepaskan kulit dari kayu kenaf digunakan alat pengelupas kulit atau ribboner. Proses penyeratan dan perendaman batang merupakan pekerjaan yang sangat banyak membutuhkan tenaga dan biaya. Umumnya kemampuan petani untuk menyerat adalah 15-20 kg serat kering/ha/orang. Selain memerlukan banyak tenaga, pekerjaan menyerat dirasakan se bagai pekerjaan yang kurang nyaman karena berhadapan. dengan proses pembusukan kulit oleh kegiatan mikroba yang menghasilkan aroma yang kurang sedap.
Serat akan meneapaigrade A apabila ketentuan sebagai berikut dapat dipenuhi:
a. Perendaman ditempatkan pada kolam-kolam rendaman yang airnya mengalir secara per lahan-lahan. Batang harus berada di bawah permukaan air. Sebagai pemberat batang agar terendam air digunakan bahan-bahan yang tidak mempengaruhi kualitas.
b. Batang pisang tidak baik sebagai bahan pemberat karena mengandung senyawa tanin yang dapat menyebabkan serat berwarna hitam. Juga bahan mengandung Fe perlu dihindari karena Fe menyebabkan warna serat menjadi hitam.
c. Merendam batang yang mempunyai ukuran relatif sama agar diperoleh waktu masak yang seragam.
d. Diameter ikatan batang yang direndam jangan melebihi 20 cm karena bila terlalu besar bagian dalam memerlukan waktu masak lebih lama.
e. Kedalaman kolam rendaman kurang lebih 100 cm
Pemberian Urea ke dalam kolam perendaman dapat mempersingkat waktu retting dan meningkatkan kualitas serat. Dosis Urea untuk setiap 1.000 kg batang yang direndam adalah 0,1 kg (Adjie, 2007).






















DAFTAR PUSTAKA


Adjie, 2007. Budidaya Khenaf. Jurnal Balai Penelitian Tanaman tembakau dan Serat. Malang. Diakses 18 April 2011.

Berger, J. 1969. The world's major fiber crops, their cultivation and manuring. Centre D'Etude Del Azote 6, Zurich.

Dempsey, J.M. 1963. Long vegetable fiber development in South Vietnam and Other Asian Countries. USOM-Saigon. Disbun TIt. I Jawa 1imur. 1992. Laporan evaluasi Program ISKARA 1991/1992.Surabaya.

Ghosh, T. 1978. Jute manual. Agric. Res. lost. Yesin. Burma.

Iswindiyono, S. dan A Sastrosupadi. 1987. Pengaruh interval pemberian air pada tenaf dan jute terbadap pertumbuhan.Skripsi SI Rttultas Pertanian, UPN "Veteran" Sufabaya.

Nurheru, A. Chandra Setiawan, dan A Sastrosupadi. 1990. Studi pendahuluan pendugaan produksi serat tenaf Hc 48 berdasarkan tinggi tanaman dan diameter batang. PTTS 5(2): 132-138.

Sastrosupadi, A. 1989. Hasil-basil penetitian serat batang selama Pelita IV. Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Thnaman Industri, Bogor.

Sinha, M.K. and M.K Guharoy. 1987. Production technologies for jute and allied fibers. JARI, Barrack pore, West Bengal.

Rabu, 09 Februari 2011

RAKIT APUNG

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam budidaya secara hidroponik, tanaman mendapatkan makanan atau nutrisi dari larutan yang disiramkan pada media tanam. Dengan demikian tanaman tetap mendapatkan nutrisi untuk pertumbuhannya. Larutan pupuk atau nutrisi yang disiramkan pada media bisa bermacam-macam.
Rakit apung atau Floating hidroponik sistem (FHS) adalah salah satu sistem budidaya secara hidroponik tanaman (sayuran, terutama) dengan cara menanam tanaman pada lubang styrofoam yang mengapung di atas permukaan larutan nutrisi dalam bak penampung atau kolam sehingga akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi. Karakteristik system ini antara lain adalah terisolasinya lingkungan perakaran sehingga fluktuasi suhu larutan nutrisi akan lebih rendah.
Pada sistem ini larutan tidak disirkulasikan, namun dibiarkan tergenang dan ditempatkan dalam suatu wadah tertentu untuk menampung larutan tersebut. Dengan demikian sistem ini dapat dimungkinkan tanaman akan kekurangan oksigen, yang nantinya akan merubah pH larutan. Dengan berubahnya pH larutan maka akan menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan baik karena penyerapan nutrisi oleh tanaman kurang optimal.
2. Tujuan
Tujuan dari praktikum uji macam nutrisi pada sistem rakit apung adalah mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pertumbuhan tanaman dalam sistem rakit apung.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Floating hidroponik sistem (FHS) adalah budidaya tanaman (terutama sayuran) dengan cara menanam tanaman pada lubang styrofoam yang mengapung di atas permukaan larutan nutrisi dalam bak penampung atau kolam. Dalam sistem ini akar tanaman terendam dalam larutan nutrisi (Hartus, 2007 ).
Teknik hidroponik sistem rakit apung adalah menanam tanaman pada suatu rakit yang dapat mengapung di atas permukaan air atau nutrisi dengan akar menjuntai kedalam air. Styrofoam diambangkan pada kolam larutan nutrisi sedalam kurang lebih 30 cm. Pada styrofoam diberi lubang tanam dan bibit ditancapkan dengan bantuan busa atau rockwool (Sutiyoso, 2003).
Pada sistem FHS larutan nutrisi tidak disirkulasikan, namun dibiarkan pada bak penampung dan dapat digunakan lagi dengan cara mengontrol kepekatan larutan dalam jangka waktu tertentu. Hal ini perlu dilakukan karena dalam jangka yang cukup lama akan terjadi pengkristalan dan pengendapan pupuk cair dalam dasar kolam yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Sistem ini mempunyai beberapa karakteristik seperti terisolasinya lingkungan perakaran yang mengakibatkan fluktuasi suhu larutan nutrisi lebih rendah, dapat digunakan untuk daerah yang sumber energi listriknya terbatas karena energi yang dibutuhkan tidak terlalu tergantung pada energi listrik (mungkin hanya untuk mengalirkan larutan nutrisi dan pengadukan larutan nutrisi saja) (Falah, 2006).
Selain harus tetap menjaga sirkulasi larutan nutrisi juga perlu diperhitungkan konsentrasi larutan nutrisi karena hal tersebut sangat mempengaruhi perkembangan tanaman. Konsentrasi larutan nutrisi dapat diperoleh dengan mengetahui nilai EC (Electric Conductivity). Nilai EC dapat didapat dengan cara mengukur nilai resistensi pada larutan nutrisi. Tidak hanya kelangsungan sirkulasi larutan yang memegang peranan penting tetapi juga konsentrasi larutan dapat diketahui dengan mengukur nilai EC (dengan menggunakan EC meter) (Ridho’ah dan Hidayati, 2005).
Selain EC dan konsentrasi larutan nutrisi, suhu dan pH merupakan komponen yang sering dikontrol untuk dipertahankan pada tingkat tertentu untuk optimalisasi tanaman. Suhu dan pH larutan nutrisi dikontrol dengan tujuan agar perubahan yang terjadi oleh penyerapan air dan ion nutrisi tanaman dapat dipertahankan (Susila, 2000 ).
C. METODE PRAKTIKUM
1. Tempat dan Waktu Praktikum
Praktikum hidroponik sistem rakit apung bertempat di Laboratorium Rumah Kaca Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dan dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 3 Oktober 2010 pukul 15.00 – 16.30 WIB.
2. Alat dan Bahan
a. Kolam Nutrisi
b. Nutrisi (AB Mix)
c. Bibit tanaman kangkung, bayam merah dan bawang
3. Cara Kerja
a. Menyiapkan bibit tanaman sayuran
b. Menanam bibit pada lubang tanam
c. Memelihara tanaman (perlu penambahan nutrisi)
d. Pengamatan terhadap komponen pertumbuhan
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Pengamatan
Tabel 1.1 Data Rekapan Tinggi Tanaman pada Hidroponik Rakit Apung
MST Tinggi Tanaman
Kangkung Bayam Kailan Daun Bawang
1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 1 2
0 0 7,5 1,7 8,3 5,13 6,42 3,96 2,35 3,2 0 0 0
1 5,85 9,75 4,75 12,2 5,88 11,2 5,2 3,70 3,8 5,93 5,57 5,25
2 8,65 19,7 34,5 11,3 6,66 15,5 4,35 4,65 4,38 5,32 14,2 13,5
3 20,1 52 49 11,4 6,75 20,9 3,38 5,73 5,63 5,55 14,5 17,4
4 54 92,5 54,3 13 7 26,9 3 6,49 6,88 9,1 20,9 18,1
5 136 - 61,8 - - - 4,12 6,74 - 7,63 27,4 33
∑ 224 181 172 56,3 31,4 80,9 20,1 24,7 23,9 33,5 82,6 87,4
x 44,7 36,3 34,3 11,3 6,28 16,2 4,01 4,94 4,78 6,71 16,5 17,5
X tot 31,65 8,82 5,57 16,9
Sumber : Laporan Sementara

Gambar 1.1 Tinggi Rekapan Semua Jenis Tanaman

Tabel 1.2 Data Rekapan Jumlah Daun pada Hidroponik Rakit Apung
MST Jumlah Daun
Kangkung Bayam Kailan Daun Bawang
1 2 3 4 1 2 3 1 2 3 1 2
0 0 3 0 2 3 5,75 6,75 5,75 8 0 0 0
1 2,75 4,25 5 8,5 9 6,5 5 7,75 9 10 1 0
2 4 5,25 18,8 11,5 15 6,75 7 4,25 10 8 1 0
3 25 10,5 32,7 29 23 5 6 5,5 11 11 1 1
4 79,25 11,3 82,5 38,7 18 7 - 6,1 17 10 2 2
5 80,25 - - 85,5 - 8,5 - - - 13 3 3
∑ 191 34,3 174 146 68 39,5 24,8 29,4 55 52 8 6
x 38,3 6,85 34,7 29,2 14 7,9 4,95 5,87 11 10,4 8 1,5
X tot 27,76 8,81 9,09 1,55
Sumber : Laporan Sementara

Gambar 1.2 Rekapan Jumlah Daun Semua Jenis Tanaman Hidroponik Rakit Apung





Tabel 1.3 Pengamatan Berat Basah dan Panjang Akar Kailan
No Berat Basah (gram) Panjang Akar (cm)
1 11,59 8,7
2 17,80 11,5
3 17,95 15,5
4 14,94 8,3
X 15,75 11
Sumber : Laporan Sementara
2. Pembahasan
Kualitas larutan nutrisi dapat diketahui dengan mengukur electrical conductivity (EC). Semakin tinggi konsentrasi larutan semakin tinggi arus listrik yang dihantarkan karena pekatnya kandungan garam dan akumulasi ion mempengaruhi kemampuan untuk menghantarkan listrik larutan nutrisi tersebut. Pada budidaya kailan ini EC kita 1,8 dan pH 4,5. Dengan nilai EC dan pH yang sedemikian tersebut maka EC dan pH yang kita gunakan sudah bisa dibilang cukup untuk budidaya kailan (Sayuran) walaupun EC 1,8 bukan EC yang ideal untuk tanaman sayuran. Artinya EC tersebut tidak terlalu tinggi. Namun untuk EC paling ideal untuk tanaman sayuran adalah 2,5 - 3,2. Dengan EC tinggi berarti kepekatan larutan juga tinggi, sehingga daya serap tanaman terhadap unsur hara dari larutan juga berkurang sehingga pertumbuhan tanaman juga terhambat. Untuk pH ideal untuk hidroponik sayuran adalah 4,5 - 5,5, sehingga untuk hidroponik rakit apung ini pH tanaman ideal.
Dari pengamatan kelompok kita diketahui bahwa kailan yang dibudidayakan dengan hidroponik apung adalah bertumbuh baik, karena dari minggu ke minggu setelah tanam berkembang dengan baik, tinggi dan jumlah daun pada tanaman kailan ini sudah lebih dari cukup, dengan tinggi kailan yang 6,875cm dan jumlah daun 17 pada minggu 4. Karena jika tinggi kailan lebih dari itu dan panen diundur itu justru tidak optimal untuk budidaya kailan. Bila dibandingkan dengan ulangan kailan dari kelompok lain, kailan kelompok 8 (sampel 2) ini jika dari segi tinggi lebih tinggi dari sampel 1 dan tidak lebih tinggi dari sampel 3. Namun kailan sampel 3 tersebut jika untuk ukuran kailan, tinggi tersebut terlalu tinggi.
Dari hasil rekapitulasi data semua kelompok pada tanaman kangkung, bawang, kailan dan daun bawang diketahui bahwa yang mengalami perkembang tinggi yang pesat adalah kangkung dengan rata-rata tinggi 31,645 cm, dan yang mengalami perkembangan yang paling lambat adalah kailan dengan tinggi rata-rata 5,47 cm.
Dari tabel 1.3 pengamatan berat basah kailan dan panjang akar diketahui bahwa panjang akar dan berat basah berkolerasi lurus, semakin berat bragkasan kailan, semakin tinggi pula panjang akar. Dari tabel 1.3 diketahui berat brangkasan tertinggi pada sampel 14 yaitu 17,59 gram dan panjang akar 15,5 cm. Daun bawag dan kangkung pertumbuhannya setelah minggu ke-4 mengalami kenaikan pertumbuhan yang konstan. Dari keempat tanaman tersebut yang mempunyai pertumbuhan yang baik adalah kangkung. Pertumbuhan kangkung rata-rata pada minggu terakhir pengamatan tingginya 31,65 cm dan jumlah daun rata-rata 27,76.
Pertumbuhan adalah proses kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman semakin besar dan menentukan hasil pada tanaman. Tinggi tanaman merupakan ukuran yang sering diamati sebagai indikator pertumbuhan. Variable tinggi tanaman yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan ataupun perlakuan yang diterapkan (Tanjung, 2007).
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari praktikumHidroponik system rakit apung dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Tinggi tanaman rata-rata kailan kelompok 8 adalah 4,78 cm.
b. Dibandingkan tanaman yang lain, kangkung, bayam dan daun bawang, tinggi tanamna kailan paling rendah yaitu dengan rata-rata 5,47 cm. Dibanding dengan tinggi kangkung dengan rata-rata 31,645 cm.
c. Dari praktikum hidroponik sistem rakit apung didapatkan rata-rata berat basah tanaman 15,57 gram dan panjang akar rata-rata 11 cm.
d. EC dan pH pada system hidroponik rakit apung ini adalah 1,8 dan 4,5.
2. Saran
Semoga praktikum yang akan datang lebih baik lagi. Kita sebaiknya juga diajari membuat nutrisi. Sehingga kita praktikum tidak hanya menanam saja.
























DAFTAR PUSTAKA

Falah, M. A. F. 2006. Produksi Tanaman dan Makanan dengan Menggunakan Hidroponik - Sederhana hingga Otomatis -. http://io.ppi jepang.org/article .php?id=200. Diakses tanggal 17 Desember 2010.
Hartus, T. 2007 Berkebun Hidroponik secara Murah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Ridho’ah, M. dan N. R. Hidayati. 2005. Sistem Kontrol Pemberian Nutrisi pada Hidroponik Sistem NFT Berbasis Mikrokontroler. Diakses dari http://digilib.its.ac.id. Tanggal 18 Desember 2010.
Susila, E. T. 2000. Pengembangan Sentra Produksi Sayuran dan Buah di Lahan Pantai melalui Hidroponik. Inovasi Online. Vol 6/XV.
Sutiyoso, Y. 2003. Hidroponik Rakit Apung. Penebar Swadaya. Jakarta
Tanjung, F.A. 2007. Pengaruh Jenis Bahan Dasar Kompos dan Lama Waktu Fermentasi terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Secara Hidroponik Substrat. Skripsi S1. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

ISOLASI DNA

A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Isolasi merupakan pemishan materi dari materi lain untuk di identifikasi. Pada dasarnya isolasi DNA dapat dilakukan dari berbagai sumber, antara lain organ manusia, darah, daun, daging buah, serangga, kalus, akar batang, daging. Pada kali ini kita bahan isolasi DNA tanaman. DNA yang diisolasi dari tanaman seringkali terkontaminasi oleh polisakarida dan metabolit sekunder seperti tanin, pigmen, alkaloid dan flavonoid. Sedangkan DNA dari hewan lebih banyak mengandungn protein. Salah satu kesulitan isolasi DNA dari tanaman tinggi adalah proses destruksi dinding sel untuk melepaskan isi sel. Hal ini disebabkan karena tanaman memiliki dinding sel yang kuat dan seringkali pada beberapa jenis tanaman, kontaminasi tersebut sulit dipisahkan dari ekstrak asam nukleat. Kehadiran kontaminasi di atas dapat menghambat aktivitas enzim, misalnya DNA tidak sensitif oleh enzim restriksi dan menggangu proses amplifikasi DNA dengan PCR. Demikian pula pada hewan yang memiliki kandungan kitin (seperti serangga), memerlukan teknik dan metode khusus untuk menghancurkan sel hingga isi dapat terpisah atau keluar dari sel.
Salak (Salacca zalacca (Gaertner (Voss) merupakan tanaman asli Indonesia. Buahnya banyak digemari masyarakat karena rasanya manis, renyah dan kandungan gizi yang tinggi. Salak mempunyai nilai ekonomis dan peluang pasar yang cukup luas, baik di dalam negeri maupun ekspor. Pulau Jawa sebagai salah satu pusat keragaman kultivar salak, mempunyai potensi yang cukup besar untuk menghasilkan varietas-varietas unggul yang lebih bernilai ekonomis dan kompetitif. Pusat keragaman genetik yang ada di pulau Jawa meliputi: Condet (Jakarta), Manonjaya (Tasikmalaya- Jawa Barat), Banjarnegara, Bejalen, Saratan, Njagan, Lawu (Jawa Tengah), Sleman (Yogyakarta), Malang, Pasuruan dan Madura (Jawa Timur) (Sudaryono dkk, 1992). Keragaman varietas akan terus berkembang sejalan dengan sistim perkembangbiakan salak secara kawin silang dan penggunaan biji sebagai bahan tanaman. Namun informasi tentang keragaman genetik salak masih sangat kurang. Sehingga perlu adanya isolasi DNA untuk dilakukan pengujian dan penelitian yang merupakan tahap awal di mulainya rekayasa genetika tanaman.
Maka pada praktikum kali ini mencoba untuk mengisolasi DNA dari tanaman Salak. Isolasi DNA salak dengan mengambil potongna daun muda kemudian di ekstraksi dan di dapatkan DNA dari tanaman Salak. Kemudian selanjutnya di identifikasi DNA tersebut.
2. Tujuan
Pada praktikum Bioteknologi Acara 1 Isolasi DNA bertujuan untuk melakukan isolasi DNA Salak dengan metode ekstraksi untuk mendapatkan DNA dari tanaman Salak.
3. Waktu dan Tempat Praktikum
Pada praktikum Bioteknologi Acara I Isolasi DNA dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 2010 pukul 15.00 di Laboratorim Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.

B. Tinjauan Pustaka
Penelitian keragaman genetik tanaman buah merupakan salah satu kegiatan penting untuk mendukung pemuliaan tanaman. Perbedaan tanaman dapat dideteksi melalui beberapa penanda, antara lain dengan pola pita DNA (Lamadji 1998), yang sering disebut sebagai penanda molekuler. Penanda molekuler berperan penting dalam konservasi dan pengelolaan sumber daya genetik tanaman (Karp et al. 1997).
Untuk memudahkan penghancuran sampel dari bahan seperti ini, umumnya ekstraksi DNA menggunakan nitrogen cair. Namun, masalah akan muncul bila lokasi penelitian jauh dari pusat industri sehingga sulit mendapatkan nitrogen cair. Oleh karena itu, perlu metode isolasi DNA yang mudah dan tidak memerlukan nitrogen cair, tetapi dapat menghasilkan DNA yang berkualitas tinggi untuk proses amplifikasi (Imran, 2002).
Protokol yang digunakan merupakan prosedur ekstraksi berbasis CTAB yang dikembangkan oleh Doyle dan Doyle (1987) dan dimodifikasi oleh Santoso (2005), serta dilaksanakan secara preparasi mini. Contoh daun dikeluarkan dari freezer dan ditimbang 100 mg tanpa tulang daun lalu diletakkan dalam mortar pestel dan ditambah 0,5 ml bufer ekstraksi CTAB (CTAB: 4,1 g NaCl, 10 g CTAB, 0,5 M EDTA pH 8,0 (Sumiati, 2009).
Ekstraksi DNA menggunakan nitrogen cair untuk melisis dinding sel dapat mengeluarkan semua isi sel yang kemudian ditampung dalam larutan penyangga yang berisi Tris HCl dan EDTA. Dinding sel juga dapat dipecahkan dengan penggerusan menggunakan bufer ekstraksi diikuti dengan penghangatan pada suhu 65°C. Detergen seperti sodium dodecil sulfat (SDS), sarkosil, dan CTAB dapat digunakan untuk proses lisis (Subandri, 2006).
Penggunaan bufer CTAB sebagai pengganti nitrogen cair untuk ekstraksi dapat menghasilkan produk DNA yang berkualitas yang ditunjukkan oleh pita DNA genom Dengan demikian, bufer CTAB dapat digunakan untuk mengisolasi DNA pada tanaman jeruk. Produk ekstraksi DNA yang berkualitas baik ditunjukkan dengan pita DNA yang terlihat tebal dan bersih bila divisualisasi menggunakan image gel elektroforesis (Anonim, 2008).
Teknik Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) yaitu teknik pengujian polimorfisme DNA berdasarkan pada amplifikasi dari segmen-segmen DNA acak yang menggunakan primer tunggal yang sekuen nukleotidanya ditentukan secara acak. Primer tunggal ini biasanya berukuran 10 basa. PCR dilakukan pada suhu anealing yang rendah yang memungkinkan primer menempel pada beberapa lokus pada DNA. Aturan sederhana untuk primer adalah terdiri atas 18- 28 susunan basa dengan persentase G+C 50-60% (Subandiyah 2006).





C. Alat, Bahan, Cara Kerja
1. Alat
a. Sentrifuse h. Petridish
b. Mikropipet i. Erlemenyer
c. Ependorf j. Inkubator
d. Water bath k. Pinset
e. Mortar
f. Timbangan
g. Thermometer

2. Bahan
a. Daun Salak f. Etanol 70 %
b. Larutan Stok g. DNA Loading
c. Chlorofoam h. Agarase
d. 2,5 Sodium asetat i. TAE
e. Aquadest
3. Cara Kerja
1. Sebelum di gunkanan memanaskan buffer ekstraksi dalam suhu 65 0C selama 15-30 menit
2. Menimbang sampel daun seberat 100-150 mg.
3. Melumatkan menjadi tepung halus dengan mortir menggunakan Nitogen cair.
4. Memindahkan tepung yang telah halus dalam tabung steril.
5. Menambahkan 1 ml larutan ekstraksi dan diinkubasi pada suhu 65 0C selama 60 menit.
6. Menambahkan 800 µl chlorofoam mencampurnya hingga homogeny
7. Mencentrifugasi pada kecapatan 12.000 RPM selama 10 menit
8. Mengambil cairan lapisan atas memindahkannya ke tabung baru.
9. Menambahkan 1/10 dari volume 2,5 M Sodium Asetat, dan 650 µl (minimal 1 : 1 dengan volume ) Isopropanol dingin mencampur hingga homogeny kemudian mencentrifugasi pada kecepatan 13.000 RPM selama 5 menit.
10. Membuang supernatant pellet di cuci dengan alcohol 70 %.
11. Mengeringkan pellet DNA dengan kering angin (Centrifuge MILLI-DRY seperlunya).
12. Melarutkan DNA 200 µl TE, Menghitung konsentrasi DNA dengan Spektrofotometer OD 260 dan 280.
13. Menympannya dalam suhu -20 0C.

D. Hasil Dan Pembahasan
1. Hasil

Gambar 1.1. Alat Sentrifuse

Gambar 1.2 Mikropipet

Gambar 1.3 Bahan Yang Akan Diisolasi DNAnya



Gambar 1.4 Ependorf

Gambar 1.5 Sentrifuse Bagian Dalamnya
2. Pembahasan
Asam deoksiribonukleat, lebih dikenal dengan DNA (bahasa Inggris: deoxyribonucleic acid), adalah sejenis asam nukleat yang tergolong biomolekul utama penyusun berat kering setiap organisme. Di dalam sel, DNA umumnya terletak di dalam inti sel.
Secara garis besar, peran DNA di dalam sebuah sel adalah sebagai materi genetik; artinya, DNA menyimpan cetak biru bagi segala aktivitas sel. Ini berlaku umum bagi setiap organisme.
Pengujian DNA dilakukan untuk mendapatkan genetik tanaman yang unggul sesuai dengan yang kita inginkan. Sehingga bermangaat bagi kehidupan manusia. Pengujian DNA biasanya dilakukan untuk dalam bidang pertanian ntuk mendapat kan tanaman yang tahan dan resisten terhadap hama dan penyakit tanaman
Pengujian DNA adalah suatu teknik biologi molekular yang dipakai untuk kepentingan pengujian forensik terhadap materi uji berdasarkan profil DNA-nya. Teknik ini dikenal pula sebagai penyidikan DNA, penyidikjarian genetik (genetic fingerprinting, sering disingkat sidik jari DNA), DNA profiling, atau semacamnya. Dalam bidang hukum, materi uji hampir pasti adalah ekstrak dari tubuh manusia, misalnya dalam penentuan orang tua atau penyelidikan pemerkosaan/pembunuhan. Namun demikian, penerapan teknik ini juga dipakai untuk hewan maupun tumbuhan, misalnya dalam menentukan kemurnian suatu galur atau kultivar, atau dalam menguji masuknya materi genetik tertentu (misalnya dalam mendeteksi materi transgenik) ke dalam populasi/bahan makanan.
Pengujian DNA memanfaatkan profil DNA, yaitu sehimpunan data yang menggambarkan susunan DNA yang dianggap khas untuk individu yang menjadi sampelnya. Dalam pengujian DNA, hanya sebagian kecil berkas DNA yang dipakai untuk pengujian. Sasaran utama adalah bagian DNA yang berisi pengulangan urutan basa, suatu bagian DNA yang dikenal sebagai pengulangan berurutan yang bervariasi (variable number tandem repeats, VNTR). VNTR dapat berupa minisatelit maupun mikrosatelit. Dengan demikian, pengujian DNA adalah salah satu teknik penggunaan penanda genetik. Karena menggunakan penanda, pengujian DNA bukanlah teknik sekuensing genom menyeluruh (full genome sequencing), yang sering juga disebut dalam literatur sebagai DNA profiling.
Metode pengujian ini pertama kali dilaporkan pada publikasi 1984 oleh Sir Alec Jeffreys dari Universitas Leicester, Inggris; konon penemuannya terjadi secara kebetulan. Teknik ini dikomersialkan pada tahun 1987 ketika ICI membuka pusat pengujian DNA di Inggris. Metode ini sekarang menjadi prosedur forensik rutin di banyak negara.
Pada isolasi DNA menggunakan daun muda atau pucuk jal ini disebabkan bahwa di daun pucuk dapat menekan senyawa polifenol dan polisakarida sehingga dapat memperbesar kemungkinan keberghasilan untu melakukan isolasi DNA yang kita inginkan.
Metode yang digunakan untuk mengisolasi DNA dari berbagai jenis tanaman, organ tanaman, maupun jaringannya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Namun pada intinya terdapat tiga faktor utama yang sangat penting untuk dalam melakukan purifikasi dan ekstraksi DNA secara maksimal. Pertama adalah cara dalam menghomogenkan jaringan tanaman khususnya adalah dinding selnya. Kedua adalah komposisi dari larutan buffer yang ditambahkan dalam penggerusan jaringan tanaman dan yang ketiga adalah penghilangan enzim penghambat-polisakarida.
Tahapan yang dilakukan untuk mendapatkan DNA tanaman pisang adalah penggerusan atau homogenasi daun Salak dengan penambahan nitrogen cair. Fungsinya adalah untuk mempermudah penggerusan dan menjaga agar DNA tidak mengalami kerusakan. Hal ini dilakukan sampai didapatkan daun tanaman pisang yang telah hancur. Selanjutnya dilakukan penambahan buffer ekstrak yang berfungsi untuk melisiskan membran sel dan membran fosfolipid bilayer, atau dalam praktikum kali ini hanya menggunakan nitrogen cair karena memiliki fungsi yang sama dengan bufer ekstrak.
Kemudian dilakukan inkubasi sampel dalam water bath bersuhu 60 derajat C selama 60 menit. Hal ini dilakukan untuk optimalisasi kerja buffer ekstrak. Selanjutnya dilakukan sentrifugasi sampel dengan kecepatan 12000 rpm selama 10 menit hal ini dilakukan untuk memisahkan debris dan komponen sel lain yang menjadi pengotor dengan DNA. Hasilnya didapatkan bahwa supernatan berwarna hijau sedangkan pelet berwarna putih kehijauan.
Supernatan yang telah diperoleh selanjutnya diambil dan ditambahkan dengan larutan Phenol:Chloroform:Isolamyl Alkohol (PCI). Hal ini dilakukan untuk mengekstraksi DNA dari kontaminan. Fenol merupakan pelarut organik yang dapat melarutkan protein, lipid dan molekul lain sepergi polisakarida sehingga diharapkan akan didapatkan supernatan yang berisi DNA bebas kontaminan. Setelah pencampuran, homogenat tersebut divorteks untuk optimalisasi homogenasi.
Selanjutnya dilakukan sentrifugasi homogenat dengan PCI tersebut dengan kecepatan 13000 rpm selama 5 menit dalam. Hasil yang didapatkan adalah supernatan dan pelet yang berada pada tiga lapisan lapisan atas berwarna hijau jernih, lapisan tengah berwarna hijau keruh dan pelet yang berwarna hijau tua. Kemudian diambil supernatan pada lapisan paling atas dan ditambahkan larutan Chloroform:Isoamyl Alkohol untuk presipitasi lanjutan. Kemudian kembali dilakukan vorteks dan sentrifugasi.
Hasil yang didapatkan akan terbentuk kembali supernatan dan pelet pada eppendorf, kemudian dilakukan pengambilan supernatan. Supernatan ditambahkan dengan amonium nitrat dan etanol absolut untuk presipitasi lanjutan dan menghilangkan kontaminan. Hasilnya diketahui terbentuk filamen-filamen DNA dalam larutan jernih tersebut. Kemudian dilakukan inkubasi selama satu malam untuk optimalisasi presipitasi.
Funsdi alat-alat isolasi DNA. Sentrifuse berfungsi memisahkan antara bagian yang padat dan cair (supernatant dan debsis). Mikropipet berfungsi untuk mengambil larutan supernatant dan zat kimia lain. Ependorf berfungsi untuk wadah sampel yang akan di ekstraksi Water bath berfungsi untuk memanaskan DNA sampel. Mortir berfungsi untuk menghaluskan sampel yang kan di ekstraksi. Timbangan berfungsi untuk menimbang jumlah sampel yang dibutuhkan. Thermometer berfungsi untuk mengukur suhu. Petridish berfungsi untuk membersihkan sampel.. Erlemenyer berfungsi untuk mencairkan agarase. Incubator berfungsi untuk inkubasi sampel. Pinset berfungsi untuk mengambil material kecil. Sarung tangan berfungsi untuk melindungi tangan dari zat berbahaya

E. Kesimpulan Dan Saran
1. Kesimpulan
a. Pengujian DNA dilakukan untuk mendapatkan genetik tanaman yang unggul sesuai dengan yang kita inginkan.
b. Metode yang digunakan untuk mengisolasi DNA dari berbagai jenis tanaman, organ tanaman, maupun jaringannya dapat dilakukan dengan berbagai cara.
c. Hasil yang didapatkan akan terbentuk kembali supernatan dan pelet pada eppendorf.
d. Hasil isolasi DNA berupa supernatan dan cairan bening.
2. Saran
Praktikumnya lebih terkonsep yang jelas lagi.